TEMPO.CO, Malang - Tim gabungan yang terdiri atas Dinas Kesehatan serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang melakukan razia di Kecamatan Singosari. Razia ini dilakukan untuk mengantisipasi peredaran obat dan makanan berbahaya selama Ramadan.
Dalam razia di Pasar Singosari, tim menyita 868 butir pil ilegal dari toko jamu Walisongo. Pil-pil dibungkus plastik berukuran kecil. Tiap bungkus berisi empat butir pil. Anies, pemilik toko, kedapatan hendak menyembunyikan pil-pil ilegal tersebut.
"Kami sudah beberapa kali memperingatkan pemilik toko, tapi tidak digubris. Malah dia tadi sempat mau menyembunyikan pil-pil ilegal ini. Beruntung kami mengetahui," kata Mursyidah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Rabu, 2 Juli 2014.
Petugas juga menemukan obat palsu di toko milik Anies tersebut. Obat berbentuk pil tersebut memiliki kode produksi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor TR 008261817. Tapi kode ini tidak terdaftar di BPOM. (Baca: Petugas Gabungan Malang RaziaMakanan Kedaluwarsa)
Atas perbuatannya, Anies akan dijerat dengan Pasal 98 atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman bagi pelanggar pasal 98 tertuang di pasal 196, yakni pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. Bila terbukti melanggar ketentuan pasal 106, Anies akan mendapatkan sanksi pidana sesuai dengan pasal 197, yakni penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 1,5 miliar.
Tim juga melakukan inspeksi mendadak di toko swalayan Super Indo Singosari. Meski tidak menemukan makanan kedaluwarsa, petugas mendapati beberapa produk masih menggunakan kode produksi lama. Misalnya mi kemasan produksi Surabaya yang masih menggunakan kode produksi sertifikat pangan (SP). Padahal kode produksi ini sudah tidak digunakan sejak 2003. "Sejak 2003 kode diganti dengan kode PIRT (pangan industri rumah tangga)," kata Helijanti Koentari, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Malang.
Petugas juga menemukan makanan kemasan yang hanya mencantumkan keterangan berbahasa Mandarin. Tapi petugas membiarkannya karena produk itu dinilai sudah memenuhi syarat layak edar di Indonesia dengan kode produksi ML (makanan luar negeri) dan ada keterangan masa kedaluwarsa. Jika tak ada kode produksi dan keterangan kedaluwarsa, produk makanan itu dianggap ilegal. (Baca: Makanan Berformalin Ditemukan di Pasar Cirebon)