TEMPO.CO, Jakarta -- Warga dari dua desa, yaitu Desa Tegaldowo dan Timbrangan, Rembang, Jawa Tengah, melakukan aksi demonstrasi menolak pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di kawasan pegunungan karst Kendeng. Warga melakukan aksi ini sejak Senin, 16 Juni hingga Selasa 17 Juni 2014.
Warga yang sebagian besar adalah ibu-ibu menolak pembangunan pabrik semen karena dianggap merusak lingkungan dan mengancam masa depan mereka sebagai petani. Mereka kemudian membangun tenda-tenda di depan akses masuk proyek pembangunan pabrik tersebut.
"Kami akan tetap bertahan sampai pembangunan pabrik semen dihentikan total," kata Sukinah, salah seorang warga, pada Selasa, 17 Juni 2014. Aksi warga sempat dibubarkan oleh aparat Kepolisian karena dianggap tak berizin. Sukinah mengaku digendong paksa oleh polisi dan dilempar ke sekitar rumput dekat lokasi. "Kami diangkat terus dilempar sama polisi-polisi itu. Bahkan, gara-gara itu ada dua orang yang pingsan," katanya.
Para ibu itu nekat melakukan aksi telanjang dada di depan para polisi. "Itu aksi spontan. Cuma itu senjata kami biar polisi pada minggir," kata seorang pendemo lainnya.
Warga menolak pembangunan pabrik semen di kawasan Kendeng. Berdasarkan temuan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng dan Semarang Caver Association, terdapat 109 mata air, 49 gua, dan empat sungai bawah tanah yang masih mengalir dengan debit air yang bagus.
"Ini berbeda dengan hasil temuan analisis dampak lingkungan (amdal) milik PT Semen Indonesia yang hanya menyebutkan sekitar 20 mata air," kata Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Kota Rembang, Ming Ming Lukiarti. Proses produksi semen berpotensi merusak sumber daya air yang penting bagi kehidupan warga di sekitar Pegunungan Kendeng serta warga Rembang dan Lasem yang menggunakan jasa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sumber air untuk PDAM berasal dari kawasan Gunung Watuputih.