Seorang pelajar SMP membaca buku Reformasi dan Jatuhnya Soeharto untuk mengetahui proses runtuhnya kekuasaan Soeharto pada 15 tahun lalu atau bertepatan pada 21 Mei 1998 di toko buku dikawasan Tangerang, Banten, (20/5). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendeklarasikan tolak pemberian gelar pahlawan nasional kepada presiden kedua Indonesia, Soeharto, di Mahkamah Konstitusi, Kamis, 12 Juni 2014.
"Ini salah satu bentuk penolakan kami," kata Malik Sepbian Diadzin, Anggota Divisi Pemantauan Impunitas, saat dihubungi Tempo, Kamis, 12 Juni 2014. (Baca:Prabowo Janjikan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional )
Sejumlah tokoh aktivis 1998 serta korban dan keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menggelar aksi di pelataran gedung Mahkamah Konstitusi sebelum membuat pernyataan untuk menolak Soeharto sebagai pahlawan. "Setelah itu, kami semua akan berjalan menuju Istana Negara untuk aksi Kamisan," kata Malik.
Aksi Kamisan sendiri sudah berjalan selama tujuh tahun oleh keluarga korban pelanggaran HAM. Mereka menuntut dengan berdiri dan diam di depan Istana Negara. Aksi ini untuk menuntut keadilan dan penuntasan kasus pelanggaran HAM. (Baca:Prabowo Ziarah ke Makam Soeharto)
Sebelumnya, para keluarga korban mengkritik rencana calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya, Prabowo Subianto, yang akan menobatkan Soeharto sebagai pahlawan nasional, jika ia terpilih sebagai presiden. Menurut Kontras, rencana Prabowo itu ambigu dan ngawur.
Profil dan Kontroversi Tien Soeharto: Kisah Perjalanan Seorang Ibu Negara
7 hari lalu
Profil dan Kontroversi Tien Soeharto: Kisah Perjalanan Seorang Ibu Negara
Tien Soeharto memiliki profil yang kompleks, seorang ibu negara yang peduli hingga terlibat dalam berbagai kontroversi yang mengiringi masa pemerintahan suaminya.