Aktivis Centre for Orangutan Protection (COP) berunjukrasa di kawasan Bunderan Air Mancur Hotel Indonesia, Jakarta, Jumat (7/9). COP mendesak kepada siapapun gubernur DKI Jakarta yang terpilih nanti untuk berani menutup pasar burung Pramuka dan Jatinegara karena disinyalir menjadi titik penjualan satwa-satwa liar dan langka yang dilindungi dari berbagai daerah di Indonesia. TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO.CO , Pontianak - Cina menjadi pembeli terbesar satwa-satwa dilindungi di Indonesia. "Satwa ini diyakini bisa menjadi makanan afrodisiak," kata Albertus Tjiu, Ketua Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat (FKOKB), Ahad, 13 April 2014. Afrodisiak adalah jenis makanan yang dapat meningkatkan libido.
Albertus mengatakan, cairan di dalam paruh burung enggang, telur penyu, sirip hiu, dan beberapa bagian tubuh hewan-hewan tersebut diburu sejak ribuan tahun lalu. Pada abad sebelumnya, Kalimantan Barat mempunyai badak dan gajah. Belum adanya larangan, kata Albertus, kedua satwa ini diburu hingga punah.
Menurut Albertus, satwa-satwa yang dilindungi tersebut diekspor ulang oleh Laos, Myanmar, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Hewan tersebut disembunyikan dalam kontainer, badan, atau tas. Upaya lainnya adalah dengan memalsukan jenis dokumen.
Satwa-satwa ini diduga merupakan satu rangkaian dengan penyelundupan kayu, terutama orang utan dan kelempiau. Selain itu, terkadang dicampur dengan jenis yang legal dan diangkut menggunakan kapal penumpang atau bahkan perburuannya berlindung di balik kepentingan adat.
Albertus yakin perdagangan ilegal ini melibatkan kejahatan terorganisasi, sejajar dengan perdagangan narkotik dan senjata. FKOKB mencatat lima kasus perdagangan satwa dilindungi di Kalimantan Barat yang ditangani pihak yang berwajib. Sayangnya, katanya, vonis dari kasus-kasus tersebut masih ringan.