Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi Budi Mulya (kiri) didampingi istri Anne Mulya (kanan) saat di ruang tunggu sebelum menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta (13/3). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diketuai hakim Afiantara dalam putusan sela menolak nota keberatan (eksepsi) Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya. Majelis hakim memutuskan sidang untuk terdakwa kasus dugaan korupsi Bank Century itu dilanjutkan.
"Menyatakan bahwa keberatan atau eksepsi kuasa hukum Budi Mulya tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara dengan terdakwa Budi Mulya," kata hakim Afiantara dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 27 Maret 2014.
Menurut majelis Afiantara, seluruh isi nota keberatan kuasa hukum Budi Mulya sudah masuk dalam pokok perkara. Jadi, kata dia, harus dibuktikan di persidangan. (Lihat: Infografis dana talangan Century)
Afiantara lantas mengagendakan sidang dengan pemeriksaan saksi digelar tiga kali dalam sepekan. "Mengingat banyaknya saksi," ujarnya.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, K.M.S. Roni, mengatakan saksi untuk perkara ini ada 66. "Kami sepakat sidang digelar tiga kali dalam sepekan, untuk efisiensi waktu," ujarnya. Penasihat hukum Budi, Luhut Pangaribuan, juga menyepakati jadwal sidang tiga kali dalam sepekan. Sidang bakal digelar mulai pekan depan, berbarengan dengan masa kampanye pemilu legislatif dan masa pencoblosan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Budi Mulya bersama Boediono, yang kini menjabat Wakil Presiden, serta sejumlah pejabat bank sentral lainnya melakukan korupsi dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek Bank Century. Kebijakan FPJP disebut merugikan keuangan negara Rp 689,39 miliar. Sedangkan proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik merugikan negara Rp 6,76 triliun. (Foto: Budi Mulya Keberatan atas Dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK)