TEMPO.CO, Bandung - Ahmad Kusumahyuda Wiriadirana, keturunan R.A.A. Wiranatakusumah, Bupati Bandung zaman kolonial Belanda, protes atas menyempitnya luas tanah wakaf untuk kelenteng saat ini dan menolak upaya komersialisasi tempat ibadah itu. "Kami bermaksud mengembalikan bangunan kelenteng kepada fungsi dan sejarah budayanya dengan aksi simbolis ini," kata Ahmad di lokasi, Rabu, 12 Maret 2014.
Protes itu dilakukan Ahmad bersama puluhan orang lainnya dengan berunjuk rasa di depan Kelenteng Hiap Thian Kiong, Jalan Kelenteng, Bandung, Rabu, 12 Maret 2014.
Merunut riwayat sejarahnya, kata Ahmad, lahan Kelenteng Hiap Thian Kiong merupakan hasil wakaf atau pemberian dari Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakusumah IV kepada tokoh masyarakat Tionghoa di Bandung, Letnan Chen Hoy Liong alias Tan Hay Hap, pada 1863 seluas 2 hektare.
Pada 1882-1885, kelenteng berdiri di lahan itu. Luas tanahnya total sekarang berkurang, tinggal 14.862 meter persegi. "Kami dengar kawasan kelenteng ini dikomersialisasi," kata Ketua Tim Aset Wiranatakusumah tersebut.
Kelenteng itu sejak 1982 sampai sekarang dikelola Yayasan ViharaSatyabudhi Samudera Bhakti. Di samping kelenteng berdiri wihara. Adapun beberapa bangunan sekolah dan sosial serta rumah warga di depan kelenteng sudah lenyap.
Tepat di belakang kelenteng kini sedang dibangun sebuah hotel baru. Sebagai tanah wakaf, lahan kelenteng harusnya tidak bisa diperjualbelikan. "Hotel itu, berdasarkan denah lama tahun 1922 yang kami punya, masih berada di lahan kelenteng," ujar Ahmad.
Pengelola kelenteng dan wihara tidak berada di kantor Yayasan ViharaSatyabudhi Samudera Bhakti. Menurut petugas keamanan, Verry Friyadi, pengurus yayasan jarang datang ke kantor. "Saya tidak tahu nama pengurusnya siapa," katanya.
ANWAR SISWADI
Berita terkait
Proyek Properti Bermasalah dan Ancaman Warisan Budaya di Yogya
27 September 2017
Pegiat Warga Berdaya, Elanto Wijoyono menyebut Pemerintah Kota Yogyakarta abai dan tak tegas menerapkan aturan.
Baca SelengkapnyaEksploitasi Batu Bata Kuno Majapahit Sudah Lama Terjadi
19 April 2017
Sudah lama eksploitasi batu bata kuno dari bangunan peninggalan zaman Majapahit yang terpendam dalam tanah di Kawasan Cagar Budaya Nasional Trowulan.
Baca SelengkapnyaMarkas Radio Bung Tomo Dirobohkan, PT Jayanata: Sudah Rapuh
20 Juni 2016
Bos PT Jayanata Kosmetika Prima, Beng Jayanata, mengatakan bangunan cagar budaya eks markas radio Bung Tomo sudah rapuh sehingga dirobohkan.
Baca SelengkapnyaPolisi Serahkan Penyelidikan Eks Markas Bung Tomo ke Pemkot
17 Juni 2016
Hasil penyelidikan akan diserahkan kepada PPNS yang merupakan gabungan dari Satpol PP dan Disbudpar Pemerintah Kota Surabaya.
Baca SelengkapnyaMarkas Radio Bung Tomo, DPRD Akan Panggil Paksa Bos Jayanata
11 Juni 2016
Selama tiga kali dengar pendapat membahas perobohan bangunan cagar budaya itu, Beng Jayanata tidak mau datang.
Baca SelengkapnyaPemkot Surabaya akan Rekonstruksi Eks Markas Radio Bung Tomo
19 Mei 2016
Menurut Wiwiek, meski bangunan aslinya sudah dihancurkan,
bangunan hasil rekonstruksi masih bernilai sejarah.
Polisi Bentuk Tim Selidiki Perobohan Markas Radio Bung Tomo
13 Mei 2016
Tim pertama berfokus pada sejarah bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya. Sedangkan tim kedua menyelidiki perusakannya.
Baca SelengkapnyaIni Hasil Penelitian Cagar Budaya Soal Eks Markas Bung Tomo
10 Mei 2016
"Bisa saja itu dikembalikan seperti asalnya jika Pemkot Surabaya bersedia mencari semua bahan bangunan itu sama persis dengan asalnya."
Baca SelengkapnyaUsut Perobohan Markas Radio Bung Tomo, Bos PT Jayanata Absen
10 Mei 2016
DPRD Surabaya berang karena PT Jayanata hanya mengirim utusan yang tidak paham persoalan.
Baca SelengkapnyaAtraksi di Candi, Pemerintah Kirimi Surat Komunitas Parkour
14 April 2016
Atlet dan kameramen mengklaim spontan.
Baca Selengkapnya