Warga membersihkan perabot rumah mereka dari sisa pasir dan lumpur letusan erupsi Gunung Kelud di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Malang (18/02). Desa Pandansari merupakan desa terparah yang terkena letusan erupsi Gunung Kelud pada Kamis (13/2) malam. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Kediri -Ratusan warga di Desa Kebonrojo, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri terpaksa memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Minimnya pasokan air bersih ke lereng Kelud memperburuk keadaan warga yang kehilangan rumah.
Sejak memutuskan pulang ke rumah usai penurunan status Gunung Kelud beberapa hari lalu, warga Desa Kebonrojo justru kelimpungan. Selain kondisi rumah yang porak-poranda, seluruh saluran air bersih ke rumah mereka berhenti total. "Tak ada air sama sekali," keluh Nurul, ibu rumah tangga di Desa Kebonrojo yang berjarak lima kilometer dari puncak Kelud, Selasa (25/2).
Bantuan air bersih yang datang melalui truk tangki tak bisa memenuhi seluruh kebutuhan warga. Menurut pantauan Tempo, truk-truk berkapasitas 4.000-5.000 liter air itu langsung tandas begitu tiba di halaman kantor Dusun Kebonrojo. Dalam sekejap air dari tangki berpindah ke jirigen yang berjajar di samping truk. Masing-masing keluarga mendapat jatah 20 liter air setiap hari.
Namun banyaknya warga yang mengantre ini tak sebanding dengan jumlah truk air yang naik. Akibatnya banyak warga yang pulang dengan tangan kosong karena tak kebagian air.
Menurut Nurul, situasi itu memaksa dirinya dan warga yang lain menggantungkan pada air hujan. Setiap kali turun hujan mereka menandon air-air tersebut ke dalam wadah. Air itulah yang dipergunakan untuk mandi dan mencuci. Sementara untuk kebutuhan minum dan memasak mereka menggunakan air mineral kemasan yang banyak disumbangkan relawan. "Kalau makan masih bisa masak sendiri atau minta di dapur umum," ujarnya.
Tak hanya air bersih, warga juga mempertanyakan komitmen pemerintah untuk memberi bantuan genting dan terpal. Jatah genting yang diberikan pemerintah desa menurut mereka jauh dari kebutuhan yang ada. Rumah milik Kasiati misalnya, dari kebutuhan genting sebanyak 3.500 buah, dia hanya menerima 300 buah genting saja. Padahal hampir seluruh atap rumahnya amblas. "Mau minta terpal untuk penutup sementara juga sulit," katanya.
Bupati Kediri Haryanti Sutrisno mengaku sedang mengupayakan pembangunan mata air di kawasan tersebut. Menurut hasil penelusurannya bersama TNI, terdapat mata air di puncak yang masih menghasilkan cukup air. "Kami akan upayakan secepatnya," katanya.