TEMPO.CO, Kupang--Kerugian pencemaran Laut Timor akibat meledak minyak Montara di Blok Atlas Australia pada 21 Agustus 2009 silam, menyebabkan kerugian sebesar Rp 21 triliun bagi warga Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terkena dampak pencemaran itu.
"Kalau dihitung kerugian akibat pencemaran itu mencapai Rp 21 triliun per tahunnya," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni ketika memberikan keterangan pers, Jumat, 14 Februari 2014.
Berdasarkan laporan komisi penyelidikan Australia, sekitar 2.000 barel minyak dan gas serta kondensat beracun lainnya bocor ke Laut Timor per hari dan telah mencemari lebih dari 90.000 kilometer persegi Laut Timor.
Laporan lainnya dari para ahli geologi independen di Australia dan Indonesia menyebutkan sumur Montara itu telah menumpahkan sekitar 5.000 sampai 10.000 barel minyak per hari ke Laut Timor, dan 95 persen wilayah pencemaran tersebut justru berada di wilayah perairan Indonesia.
Pencemaran itu, menurut dia, melanda hampir seluruh perairan NTT, seperti Pulau Timor bagian barat yakni Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu, serta Rote, Sabu, Alor, Sumba dan Pulau Flores bagian timur serta Lembata. "Daerah- daerah itu dilaporkan sudah tercemar berat," katanya.
Akibat dari pencemaran itu, lanjutnya, hasil tangkap nelayan mengalami penurunan, dan petani rumput laut berhenti menanam rumput laut, karena sudah rusak akibat tercemar minyak Montara. "Hitung saja kerugian yang diderita warga NTT dengan pencemaran yang sudah empat tahun ini," katanya.
Karena itu, dia terus berjuang untuk meminta ganti rugi kepada PTTEP Australasia dan pemerintah Australia terkait dengan pencemaran Laut Timor ini. "Perjuangan kami lakukan melalui petisi yang membutuhkan 50 ribu tandatangan untuk diserahkan ke parlamen Australia," katanya.
Koalisi Desak Pemimpin ASEAN Sukseskan Perjanjian Plastik Global untuk Akhiri Pencemaran
32 hari lalu
Koalisi Desak Pemimpin ASEAN Sukseskan Perjanjian Plastik Global untuk Akhiri Pencemaran
TEMPO, Jakarta- Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mendesak pemimpin ASEAN untuk mengambil sikap tegas dalam negosiasi yang sedang berlangsung untuk mengembangkan instrumen hukum internasional yang mengikat demi mengatasi pencemaran plastik, termasuk di lingkungan laut.