Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar (kanan) menjadi saksi dalam sidang terdakwa Chairun Nisa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, (30/1). Chairun Nisa bersama Akil Mochtar dan Hambit Bintih diduga terlibat dalam suap pengurusan sengketa pilkada Gunung Mas Kalimantan Tengah. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah dicecar jaksa selama hampir satu jam, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar akhirnya mengakui pernah meminta Rp 3 miliar kepada Chairun Nisa--saat itu anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Uang itu adalah tarif yang dipasangnya untuk memenangkan Bupati Gunung Mas terpilih, Hambit Bintih, dalam sengketa di Mahkamah.
"Untuk biaya pengurusan perkara. Kalau mau minta tolong, saya minta segitu," ujar Akil dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 30 Januari 2014.
Ia bersaksi dalan sidang untuk tiga terdakwa sekaligus, yakni Chairun Nisa, Hambit Bintih, dan Cornelis Nalau, seorang pengusaha.
Menurut Akil, permintaan itu disampaikannya kepada Chairun Nisa melalui pesan pendek. Kode "tiga ton emas" dipakainya dalam percakapan untuk menyebut tarif Rp 3 miliar tersebut.
Dia juga mengaku saat Nisa minta bagian dari "jasa" perantara kasus, Akil meminta tarifnya dinaikkan menjadi Rp 9 miliar. Akil dan Nisa bisa mendapat masing-masing Rp 4,5 miliar jika permintaan itu dikabulkan Hambit Bintih.
Sebelumnya, Akil berkukuh hanya bercanda saat menyebut "tiga ton emas". Karena telah mengenal Chairun Nisa sejak lama, kata Akil, ia biasa bergurau dengannya. "Itu hanya gurauan saja, guyon," ucapnya.
Namun Akil mengaku tak tahu apakah Nisa menyampaikan permintaan tersebut kepada Hambit. Ia pun mengatakan tak pernah dijanjikan Nisa akan dikirimi uang setelah percakapan tersebut.