TEMPO.CO, Malang - Pemerintah Kota Malang membangun terowongan raksasa untuk mengatasi banjir. Terowongan ini tidak hanya berfungsi untuk mengalirkan air, tetapi juga menampung instalasi pipa air minum, jaringan telekomunikasi, serat optik, bahkan kabel listrik. Dengan begitu, kawasan permukiman tak akan terganggu oleh instalasi dan perbaikan beragam jaringan.
"Menggunakan teknologi modern, terowongan dibuat dengan sistem pengeboran," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Kota Malang, Jarot Edy Sulistyono, Selasa, 28 Januari 2014. Terowongan sedalam sebelas meter ini menampung air berdebit 12 meter kubik per detik. Terowongan raksasa ini diharapkan bisa mengatasi banjir di Malang, terutama kawasan Pulosari, Jalan Galunggung, dan Dieng.
Terowongan raksasa sepanjang 1.400 meter ini membentang di sepanjang Jalan Wilis-Jalan Bondowoso-Jalan Galunggung-Jalan Tidar hingga berakhir di Kali Metro. Proyek terowongan yang molor ini menyedot anggaran Rp 40 miliar. Seharusnya proyek sudah selesai pada Desember 2013.
"Maret 2014 selesai," kata pelaksaana proyek, Direktur PT Citra Gading Asri Tama, Heri Mursyid. Kini pengerjaan proyek yang menimbulkan kemacetan arus lalu lintas ini sudah mencapai 70 persen.
Menanggapi pembangunan terowongan ini, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur menilai proyek tersebut tak tepat. Sebab, lewat terowongan tersebut, air hujan akan langsung dibuang ke sungai dan mengalir ke laut. Karena itu, proyek tak selaras dengan komitmen Kota Malang sebagai kota yang mendukung konservasi air.
"Seharusnya buat sumur resapan, air tersimpan di tanah," kata Ketua Dewan Daerah Walhi Jawa Timur, Purnawan Dwikora Negara. Proyek tersebut juga bertolak belakang dengan Peraturan Daerah tentang Konservasi Sumber Daya Air yang menyebutkan bahwa air hujan harus ditampung atau tersimpan di dalam tanah.
Air tanah bisa menjadi cadangan untuk kebutuhan sumber air minum masyarakat Kota Malang. Sebab, selama ini pasokan air minum berasal dari sumber mata air di Kabupaten Malang dan Kota Batu. Selain itu, Purnawan juga menyoroti alasan pembuatan terowongan yakni untuk mencegah banjir.
Menurut dia, penyebab banjir di Kota Malang disebabkan oleh semakin menyusutnya ruang terbuka hijau (RTH). Menurut catatan Walhi, hanya 1,8 persen wilayah Kota Malang yang dijadikan RTH. Luas Kota Malang adalah 110,6 kilometer persegi.
"RTH dan hutan kota berubah menjadi ruang terbangun, pusat perbelanjaan, dan kantor pemerintah," katanya. Seharusnya, menurut dia, sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, luas areal RTH setidaknya 30 persen dari total luas wilayah--20 persen untuk ruang publik dan 10 persen untuk ruang privat.
EKO WIDIANTO
Berita Terpopuler
Jakarta Masih Minat Ambil Alih PPD
Dampak Banjir, Warga Pulo Ini Tak Kerja Dua Pekan
Musim Hujan, Kali Sunter Diserbu Sampah
Amdal Bandara Halim Hampir Rampung