TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Pendamping Eksekusi PT Asian Agri Group Chuck Suryosumpeno menyatakan Kejaksaan Agung sudah menyiapkan strategi rahasia menjelang batas pembayaran denda pidana Asian Agri. "Kami akan menempuh jalan yang tidak terpikirkan oleh mereka," kata Chuck di Kejaksaan Agung, Senin, 27 Januari 2014.
Jika perusahaan milik Sukanto Tanoto tersebut tidak membayar, pada 1 Februari 2014 mendatang Kejaksaan Agung akan langsung menyita asetnya. "Secara administratif langsung kami sita, sekaligus," kata dia.
Bukan hanya itu, Chuck juga menyebutkan sudah memiliki langkah hukum lain jika denda Rp 2,5 triliun tidak dilunasi. "Lihat saja nanti," kata Chuck.
Sebenarnya pihak Asian Agri, kata Chuck, pekan lalu telah mengirim pengacaranya untuk berkoordinasi soal putusan Mahkamah Agung. "Kemarin pengacaranya bilang masih akan diskusi dengan klien mereka," ujar Chuck.
PT Asian Agri hingga saat ini belum menunjukkan iktikad akan membayar kekurangan pajak plus denda Rp 2,5 triliun yang sudah diketuk oleh Mahkamah Agung. Perusahaan milik pengusaha Sukanto Tanoto itu masih diberikan waktu hingga akhir bulan ini untuk mematuhi putusan itu sebelum Kejaksaan melakukan upaya penyitaan secara paksa.
Penyitaan paksa ini sendiri terkendala karena 167 ribu hektare lahan perkebunan Asian Agri senilai US$ 125 juta sudah diagunkan ke Credit Suisse Bank di London pada 2011 lalu. Ini adalah sebagian aset Asian Agri yang sudah dibekukan Kejaksaan Agung.
Beberapa waktu lalu, Kejaksaan Agung pun sudah menerbangkan pejabatnya untuk berkoordinasi dengan bank milik pemerintah Swiss itu. Aset-aset tersebut adalah perkebunan di Sumatera Utara seluas 37.846,964 hektare, di Provinsi Jambi seluas 31.488,291 hektare, di Provinsi Riau seluas 98.207,09 hektare, serta 19 pabrik pengolahan sawit di tiga provinsi itu, dan bangunan kantor 14 perusahaan. Total nilai asetnya Rp 5,3 triliun.