TEMPO Interaktif, Jakarta: Majelis hakim yang menyidangkan perkara dugaan korupsi Gubernur NAD non aktif Abdullah Puteh, menolak semua eksepsi yang diajukan Puteh dan kuasa hukumnya. "Dengan ini majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan terdakwa dan kuasa hukumnya, menyatakan sah dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi dan Jaksa diperintahkan melanjutkan pemeriksaan," ujar Kresna Menon, Ketua Majelis Hakim pada saat pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (10/1). Menurut Majelis Hakim, ketentuan pidana yang ditetapkan JPU telah sesuai dengan UU, teramasuk soal keberatan kuasa hukum Puteh atas pemberlakuan UU KPK yang dinilai bersifat retro aktif. "Karena, UU Nomor 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi telah diberlakukan mulai 16 Agustus 1999, sedangkan KUHAP sendiri telah diberlakukan mulai 29 September 1958," ujar Kresna. Majelis hakim juga menilai, UU Nomor 30/2002 tentang pembentukan KPK tidak relevan jika dihubungkan dengan pemberlakuan UU retro aktif. "Juga tidak bertentangan dengan pasal 28 (i) amandemen UUD 1945 tentang hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi," ujar Kresna. Sidang dilanjutkan Senin (17/1) depan dengan agenda pengajuan bukti dan saksi. Majelis Hakim meminta agar saksi yang diajukan sesuai dengan urutan yang telah ada di Berita Acara Perkara (BAP).Abdullah Puteh adalah tersangka kasus dugaan korupsi pembelian helikopter oleh pemerintah daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Ami Afriatni