Pemerintah Indonesia Buka Kemungkinan Pembicaraan Damai dengan GAM
Reporter
Editor
Minggu, 9 Januari 2005 22:30 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Demi upaya rehabilitasi pasca bencana gempa bumi dan tsunami di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka kemungkinan pembicaraan perdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dalam telekonferensi dengan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab, Presiden Yudhoyono mengatakan pemerintah memfokuskan seluruh upayanya bagi pemulihan Aceh. "Saya minta Pangdam dan Kapolda meneruskan seruan saya ini kepada pihak GAM," kata Presiden Yudhoyono di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Minggu (9/1).Presiden berharap GAM bersedia meletakkan senjata dan bersama-sama pemerintah membangun Aceh yang porak-poranda diterjang bencana. Di tempat yang sama sebelum telekonferensi, menanggapi serangan GAM terhadap distribusi bantuan ke Aceh, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan serangan itu justru merugikan warga Aceh. "Serangan itu akan membuat rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh terhambat," katanya.Jusuf menyatakan pemerintah belum mempertimbangkan kemungkinan mengubah status TNI yang sekarang defensif dan fokus pada operasi kemanusiaan menjadi ofensif kembali. Beberapa waktu lalu, Panglima TNI Jenderal Endriartono mengatakan TNI telah memerintahkan seluruh prajuritnya di Aceh menghentikan operasi ofensif pengejaran anggota GAM. Seluruh prajurit TNI di Aceh difokuskan untuk mendukung operasi keamanan. Meskipun tetap mewaspadai kemungkinan serangan GAM. Menanggapi serangan GAM, dia mengatakan,"Tidak pantas GAM melakukan tindakan tidak manusiawi di tengah kesusahan seperti ini," katanya.Dia juga mengatakan, TNI belum membicarakan kemungkinan membuka kembali pembicaraan damai dengan GAM. "Kami fokus pada operasi kemanusiaan," katanya. Pembicaraan terakhir pemerintah Indonesia, saat SBY masih Menteri Koordinator Politik dan Keamanannya- Kabinet Presiden Megawati, dengan GAM pada 12 May 2003 di Tokyo. Pemerintah Indonesia tidak sepakat dengan permintaan GAM waktu itu. Beberapa juru runding, bahkan ditangkap pemerintah dengan tuduhan subversif setelah pertemuan Tokyo gagal. Sepekan kemudian, 19 May 2003 pemerintah menetapkan Aceh sebagai darurat militer. Jika pemerintah berniat baik, tentunya, sebagai langkah pertama, para tahanan juru runding GAM yang kini masih ditahan di beberapa penjara di Indonesia, antara lain diLP Sukamiskin Bandung, Semarang dan Sumenep dan tempat lainnya, dilepaskan.Sapto P