Anas Urbaningrum menerima aliran dana Hambalang sebesar Rp 2,2 miliar menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan berkas pemeriksaan. Sejumlah pejabat tinggi, pengusaha dan anggota parlemen tercatat mendapat aliran dana korupsi proyek Hambalang ini. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi membantah adanya perintah dari Presiden SBY dalam penetapan tersangka Anas Urbaningrum. Juru bicara KPK Johan Budi S.P. mengatakan, Anas disangka terlibat dalam korupsi proyek Hambalang lantaran penyidik menemukan bukti keterkaitan itu.
"Tidak benar," kata Johan melalui pesan singkat, 23 Desember 2013. "Penetapan Anas sebagai tersangka karena penyidik KPK sudah menemukan dua bukti permulaan yang cukup bahwa yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana korupsi."
KPK menetapkan Anas sebagai tersangka karena diduga menerima hadiah terkait proyek Hambalang ketika menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelum menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, Anas merupakan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR.
Satu kader Perhimpunan Pergerakan Indonesia Sri Mulyono mengatakan penetapan Anas merupakan perintah SBY. Mulyono mengungkapkan hal itu dalam tulisannya di Kompasiana.com berjudul "Anas: Kejarlah Daku Kau Terungkap". Di sana ia menulis, "Dari Jedah SBY 'memerintahkan' KPK supaya segera menetapkan status hukum Anas 'tersangka'."
Tak terima dengan tulisan itu, penasihat hukum SBY, Palmer Situmorang, melayangkan surat ke Mulyono. Dalam surat itu, pengacara SBY meminta Mulyono untuk memberikan bukti kapan SBY memberi perintah kepada KPK. Mulyono sendiri mengatakan akan menjawab surat tersebut setelah melakukan kajian atas tulisan yang diunggahnya. "Saya akan jelaskan mengapa menggunakan tanda kutip," kata dia.