TEMPO Interaktif, Jakarta:Mahkamah Agung (MA) sedang menambah jumlah hakim di Aceh. Hal ini menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan ketua MA Bagir Manan dengan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin di gedung MA, Jumat Sore (24/12).“Kita tambah sepuluh hakim di Aceh,” ujar Bagir menjelaskan. Di antara kabupaten yang akan menjadi tempat praktek hakim tersebut, Bagir menyebut Biureun. Walaupun sebenarnya ia mengakui bahwa jumlah hakim di Aceh cukup. “Artinya, lebihlah dari satu majelis,” ujar Bagir.Namun Bagir mengakui bahwa sepuluh hakim tersebut memang tidak dapat segera berangkat ke Aceh. “Kita beri waktu mereka tiga bulan untuk menyelesaikan perkara mereka di tempat tugas saat ini,” kata Bagir memberi alasan.Menurut Bagir, mewakili pemerintah Hamid berjanji untuk membantu mengamankan para hakim di Aceh. “Pengamanan fisik, seperti pengawalan terhadap para hakim tersebut termasuk penjagaan rumah dan kantor,” jelas Bagir. Janji pemerintah itu menurut Bagir “Untuk lebih meyakinkan para hakim bahwa mereka aman di sana.” Bagir mengakui bahwa ketakutan akan keamanan sempat menimbulkan keberatan dari sejumlah hakim yang akan ditempatkan di Aceh, begitu pula dengan orang tuanya. “Ada beberapa, tapi tidak ada yang saya tinjau,” ujarnya. Namun ia menambahkan bahwa dirinya berjanji akan memindahkan hakim tersebut dari Aceh setelah dua tahun. “Janji saya, mudah-mudahan dua tahun saya pindahkan kembali,” jelasnya.Sebelumnya, Bagir mengaku bahwa pihaknya berencana untuk menyidangkan perkara di luar daerah konflik karena pertimbangan keamanan. “Kami tarik mereka ke tempat-tempat yang aman,” ungkap Bagir. Tapi ia menambahkan setelah kunjungannya ke Aceh beberapa waktu yang lalu, hal itu akan menemui banyak kesulitan teknis. ”Ada kesulitan jika harus membawa saksi keluar, menyiapkan penampungan untuk mereka, dan tidak tahu untuk berapa lama,” jelas Bagir.Indriani Dyah S-Tempo
Bagaimana Hukum dan Konsekuensi di Daerah Darurat Sipil?
12 Februari 2023
Bagaimana Hukum dan Konsekuensi di Daerah Darurat Sipil?
Salah satunya, menambah sejumlah kewenangan kepada presiden sebagai penguasa darurat sipil pusat, dan kepala daerah sebagai penguasa darurat sipil daerah.