Pemusnahan minuman keras / minuman beralkohol. TEMPO/Suryo Wibowo
TEMPO.CO, Yogyakarta - DPRD Kota Yogyakarta mengusulkan supaya pemerintah Yogyakarta mengkaji kembali aturan larangan minuman keras. Alasannya, Yogyakarta adalah kawasan wisata yang semakin maju.
"Pemerintah mungkin perlu mengkaji lagi kebijakan dan perlakuan pada pelaku usaha di kawasan wisata Yogya, seperti aturan soal larangan minuman beralkohol itu," kata anggota Komisi A DPRD Kota Yogyakarta, Anton Prabu Semendawai, dalam pertemuan dengan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, Selasa, 19 November 2013.
Politikus Partai Gerindra itu mengungkapkan, selama ini aturan di kawasan wisata diseragamkan dengan kawasan nonwisata. "Pemerintah perlu memetakan lagi zona kawasan wisata khusus di Yogya yang selama ini banyak menjadi pusat kunjungan wisatawan mancanegara yang menganggap minuman beralkohol sebagai bagian kultur," kata dia.
Sentra wisata Yogya yang menjadi pusat keramaian turis mancanegara itu antara lain Prawirotaman dan Sosrowijayan. Anto meminta supaya di zona wisata itu minuman beralkohol tidak dilarang. "Sementara di tempat lain tidak diizinkan," kata dia. Model kebijakan itu mirip dengan apa yang telah diterapkan oleh Bali juga Malaysia.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perizinan Kota Yogya, Hari Karyawan, menyatakan usulan itu sulit diwujudkan. Selain menimbulkan pro-kontra, kebijakan itu juga dikhawatirkan memicu naiknya konsumsi minumal beralkohol lebih bebas di Yogyakarta.
"Kami sampai saat ini baru bisa mengizinkan penjualan minuman beralkohol di hotel bintang 3 ke atas, selain itu belum bisa memberikan izin karena ini komoditas yang memicu pro-kontra terkait dampak negatifnya," kata dia.
Aturan yang dipakai pemerintah kota masih mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005. Di dalam aturan itu ditegaskan, untuk minuman beralkohol di atas 5 persen tidak boleh ada pihak lain yang mengedarkan selain hotel yang minimal berbintang tiga.