Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja berbicara pada diskusi di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW) didampingi perwakilan dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J. Vermonte (Kiri), Ade Irawan (Kedua Kanan), dan moderator Abdullah Dahlan (Kanan), Jakarta, Jumat (7/9). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan, meminta pemerintah mendorong tindakan pemiskinan koruptor sebagai langkah yang harus diambil untuk memberi efek jera. "Untuk melumpuhkan kemampuan finansial koruptor," ujarnya saat dihubungi Tempo, Rabu, 30 Oktober 2013.
Ia menjelaskan, dalam beberapa kasus korupsi, seorang koruptor masih mampu menyewa pengacara dengan biaya mahal. Abdullah mengkhawatirkan hal itu berpengaruh terhadap proses peradilan. Ia menyebut, sebenarnya payung hukum untuk pemiskinan koruptor sudah ada. "Ada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang," kata dia.
Abdullah mengungkapkan, tindakan pemiskinan koruptor telah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus yang melibatkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Sementara itu, ia melanjutkan, Kepolisian masih menghadapi tantangan untuk membersihkan lembaga tersebut dari praktek korupsi.
"Minimal sudah ada tindakan untuk Labora Sitorus," ucap Abdullah. Ia berpendapat, tindakan pemiskinan harus dilakukan untuk setiap koruptor, termasuk untuk Kepala Subdirektorat Ekspor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Heru Sulastyono.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Arif Sulistyo, mengatakan modus suap yang dilakukan pengusaha Yusran Arif kepada Heru Sulastyono berbeda dengan kasus pada umumnya. "Ini suap gaya baru," kata Arif di Markas Besar Kepolisian, Selasa, 29 Oktober 2013.