Indonesia Pemasok Perdagangan Anak Terbesar di Asia Tenggara
Reporter
Editor
Kamis, 2 Desember 2004 20:14 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Aris Merdeka Sirait -- Sekretaris Jenderal Komnas Anak mengemukakan bahwa Indonesia merupakan pemasok perdagangan anak dan wanita (trafficking) terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan lembaganya- kata Airs - terdapat sekitar 200 sampai 300 ribu Pekerja Seks Komersil (PSK) berusia dibawah usia 18 tahun. Tak Cuma di dalam negeri, mereka juga memasok kebutuhan di Asia Tenggara. Data-data itu diungkapkan Sirait kepada wartawan pada konferensi pers pemeberantasan perdagangan perempuan dan anak di Jakarta, Kamis siang tadi. Sedihnya lagi, kata Sirait, "Sekitar 23 persen dari 6750 tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di Hongkong ternyata bekerja di wilayah prostitusi." Aris menduga bahwa beberapa perusahaan tenaga kerja telah menipu para pekerja itu.Menurut Sirait tingginya angka trafficking itu karena pemerintah kurang sigap dalam menangganinya. Dia mencontohkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang masih dibawah umur. "Mereka biasanya tidak mempunyai surat kenal lahir, dalam pembuatan paspor mereka memalsukan usianya. Masa pihak imigrasi tidak bisa menilai umur mereka berdasarkan wajahnya", katanya heran. Masalah perdagangan perempuan dan anak sampai saat ini belum menjadi perhatian pemerintah. Itu sebabnya, "Kita harus menekan pemerintah agar menjadikan masalah tersebut sebagai program seratus hari pertama, katanya.Ketidakseriusan pemerintah menangani masalah perdagangan perempuan dan anak terlihat dari tidak tegasnya sikap pemerintah dalam melihat masalah perdagangan perempuan dan anak. Sirait juga mengungkapkan bahwa di Indonesia terdapat 75 ribu titik PSK, baik legal ataupun illegal. "Saya tidak tahu Dolly itu legal atau tidak", katanya.Sirait mengemukakan bahwa untuk mengatasi masalah prostitusi t tidak cukup hanya dengan undang-undang, tetapi diperlukan alokasi dana yang seimbang untuk melakukan pemberantasan perdaganagan tersebut. "Menurut data yang kita dapatkan dari PBB prostitusi mendapatkan keuntungan sekitar U$ 7 miliar, maka kita harus mengimbanginya dengan dana yang cukup untuk melakukan program preventif dan rehabilitasi",ungkapnya.Flamboyan Tempo