DPRD Beri Hak Keraton Yogya Atur Pertanahan

Reporter

Editor

Raihul Fadjri

Selasa, 1 Oktober 2013 18:26 WIB

Sri Sultan Hamengkubuwono X saat mengikuti ritual Ngabekten di Bangsal Kencono, kompleks Keraton Yogyakarta, Kamis (8/8). TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman diberi hak mengatur kepemilikan tanah mereka. “Pengelolaan tanah sesuai aturan pemerintah pusat,” kata Kepala Biro Hukum DIY, Sumadi, kemarin. Masalah ini muncul dalam rapat Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah Istimewa di DPRD DIY, Selasa, 1 Oktober 2013. Rapat itu melibatkan pejabat Keraton Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwinoto.

Menurut Sumadi, Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah untuk kegiatan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Wewenang ini, menurut Sumadi, mengacu pada Undang-Undang Keistimewaan DIY. “Aturan itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria,” katanya.

Sumadi juga menyebut Keraton Yogyakarta berwenang mengatur pengajuan surat hak pakai dan hak guna bangunan oleh masyarakat di atas tanah Keraton. Sedangkan Pemerintah DIY yang sejatinya juga dipimpin Raja Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X, hanya berfungsi membantu memfasilitasi. Fasilitas itu adalah usulan pembentukan Badan Pertanahan dan Tata Ruang. Lembaga ini akan berhubungan dengan Badan Pertanahan Nasional.

Anggota Badan Anggaran DPRD DIY, Isti’anah Zainal Asiqin, mengatakan Keraton Yogyakarta dan Pakualaman menjadi badan hukum khusus yang dibentuk sesuai Undang-Undang Keistimewaan. Aturan ini, menurut Isti’anah, berlaku lex specialis atau berlaku secara khusus terhadap Undang-Undang Pokok Agraria. “Keraton dan Pakualaman punya hak atas tanah setelah proses pendataan. Badan Pertanahan Nasional yang akan menerbitkan sertifikat tanah,” katanya.

Penguasaan tanah oleh Keraton dan Pakualaman dikecam oleh Komite Perjuangan Rakyat Yogyakarta karena bertentangan dengan Undang-Undang Agraria yang telah diadopsi Pemerintah DIY lewat Perda Nomor 3 Tahun 1984. Saat itu Gubernur DIY adalah Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Gubernur Paku Alam VIII. “Sultan Hamengku Buwono IX waktu itu menyerahkan tanah Keraton kepada negara,” ujar Restu Baskara, juru bicara Komite Perjuangan Rakyat Yogyakarta.

Menurut dia, penguasa Keraton Yogyakarta saat ini, Sultan Hamengku Buwono X, tak menampung aspirasi masyarakat tentang pemanfaatan tanah. “Kami tetap menolak praktek feodalisme itu,” kata Restu. Maka, ujarnya, mereka akan kembali menggelar protes pengesahan Raperda Istimewa menjadi Perda Istimewa pada 7 Oktober 2013.

SHINTA MAHARANI

Topik Terhangat
Edsus Lekra|Senjata Penembak Polisi|Mobil Murah|Info Haji|Kontroversi Ruhut Sitompul

Berita Terpopuler
Australia Minta Maaf Soal Impor Sapi
Sejarah Kelam Ludruk Saat Peristiwa 1965
Begini Isi Prinsip 1-5-1 Lekra
PPATK Ungkap Rekening Gendut Pegawai Kemendikbud
KPK: Labora Tak Pernah Beri Data Aliran Uang

Berita terkait

Cerita dari Kampung Arab Kini

11 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

14 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

30 hari lalu

Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

50 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

52 hari lalu

Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

55 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

59 hari lalu

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

14 Februari 2024

Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.

Baca Selengkapnya

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

20 Januari 2024

Badai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan

Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.

Baca Selengkapnya

Tahun Ini Usia Cirebon Lebih Muda, Apa Sebabnya?

9 Januari 2024

Tahun Ini Usia Cirebon Lebih Muda, Apa Sebabnya?

Melalui hasil rapat panitia khusus disepakati ulang tahun Cirebon jatuh pada 1 Muharram 849 Hijriah

Baca Selengkapnya