Petugas Polisi berjaga-jaga di sekitar Plaza Singosaren, di Jalan Dr Radjiman, Solo, Pasca penembakan oleh orang tak dikenal, (30/8). Aksi penembakan tersebut menewaskan seorang polisi seniorBriptu Dwi Data. Tempo/Andry Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menduga serangkaian aksi penembakan polisi dua bulan terakhir ini didalangi kelompok Abu Omar. Modus operandi teror dengan sepeda motor dan proyektil peluru yang sama jadi alasan polisi melontarkan tuduhan tersebut. Ini ditegaskan Kepala BNPT Ansyaad Mbai dalam wawancara khusus dengan majalah Tempo, akhir Agustus 2013 lalu.
Selain dua alasan itu, ada faktor lain yang menyebabkan polisi curiga pada kelompok Abu Omar. Pasalnya, anak tiri Abu Omar yang bernama Farhan Mujahidin, 19 tahun, ternyata sudah lebih dulu menyerang tiga pos polisi di Solo, Jawa Tengah, Agustus 2012 lalu.
Farhan yang merupakan alumnus kamp pelatihan militer Mindanao, Filipina, itu menembak Brigadir Kepala Endro Margiyanto dan Brigadir Satu Kukuh. Keduanya kala itu tengah berjaga di pos Geblengen. Mereka dihabisi dari jarak dekat. Turun dari boncengan sepeda motor, Farhan menembak polisi itu dari jarak sekitar 5 meter.
Modus penembakan dari jarak dekat ini yang terulang pada pembunuhan Ajun Inspektur Dua Kus Hendratma, Brigadir Kepala Ahmad Maulana, Inspektur Satu Dwiyatno, Ajun Inspektur Dua Patah Saktiyono, dan Bripka Sukardi, di beberapa tempat di kawasan Tangerang Selatan beberapa pekan lalu.
Polisi kini menduga pelaku penembakan merupakan sisa jaringan lama teroris yang kini diduga ”siuman” lagi. Apalagi ketahuan belakangan bahwa ayah tiri Farhan adalah Muhammad Ichwan alias Zulfikar alias Abu Omar.
Abu Omar mengikuti pelatihan militer di Moro, Filipina, saat menjadi anggota Darul Islam atau Negara Islam Indonesia pada 1990-an. Sewaktu menangkap Abu Omar pada Juli 2011, polisi juga menemukan beberapa pucuk senjata dari Filipina.