TEMPO Interaktif, Jakarta:Hakim Agung Mahkamah Agung, Artijo Alkostar, menyatakan surat anggota parlemen Timor Timur tidak bisa dijadikan sebagai novum dalam persidangan pelanggaran HAM berat Timor Timur. Itulah pendapat Artijo salah satu hakim yang berbeda pendapat (dissenting opinion)menyatakan dalam persidangan yang diadakan Mahkamah Agung memutus pengajuan peninjauan kembali(PK) kasus pelanggran HAM Timor Timur yang diajukan Abilio Jose Osorio Soares, mantan gubernur Timor Timur.“Alasan yang diajukan tidak dapat memenuhi syarat karena tidak memenuhi kualifikasi pasal 263 KUHP,”kata Artijo Alkostar, Jumat(5/11) di ruang kerjanya.Peninjauan kembali(PK) kasus pelanggaran HAM ini diajukan oleh terpidana Abilio Soares dan kuasa hukumnya. Setelah Pengadilan di tingkat pertama Abilio divonis 3 tahun penjara. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi HAM Jakarta. Abilio mengajukan kasasi ke MA, tapi ditolak. Sehingga Bekas Gubernur Tim-Tim terakhir itu masuk ke LP Cipinang, Jakarta Timur. Abilio tak puas dan mengajukan peninjauan kembali perkaranya dengan pengajuan novum. Mahkamah Agung mengkabulkan permohonan PK ini. Putusan Majelis Hakim yang dipimpin Ketua Muda Pidana Khusus MA Iskandar Kamil membatalkan putusan peradilan di bawahnya.Menurut Artijo dalam putusan PK Abilio ada kekhilafan hakim dalam memutuskan suatu perkara. "Surat dari anggota parlemen Timor Timur tidak bisa dijadikan novum, begitu juga dengan putusan lain,”katanya. Begitu juga keputusan Bupati yang dibuat setelah suatu peristiwa juga tidak dapat dijadikan novum.Menurut Artijo, putusan hakim sebelumnya sudah benar dan tidak melihat adanya kekhilafan hakim dalam persidangan sebelumnya.”Secara yudekjuris sudah benar, karena telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan,”kata dia. Dalam pasal 263 KUHP diatur mengenai syarat untuk mengajukan peninjauan kembali yaitu karena ada novum dan karena kekhilafan hakim.Menurut Artijo novum yang diajukan kuasa hukum Abilio tidak memenuhi unsur adanya keadaan baru dan bersifat menentukan.”Dia itu penguasa tunggal, tidak hanya secara administratif saja. Hal ini seharusnya malah memberatkan Abilio,”katanya.Soal azas retroaktif, satu hal yang ditolak oleh kuasa hukum Abilio, menurut Artijo, penerapan asas retroaktif dapat dibenarkan dalam peradilan hukum HAM nasional maupun peradilan HAM internasioanal.”Penerapannya tidak melanggar asas legalitas dalam hukum nasional,”kata dia. Menurutnya dengan tidak berlakunya asas retroaktif banyak penjahat HAM akan dibebaskan atau tidak diadili.Sutarto