Inilah Lima Tokoh yang Merekatkan Indonesia  

Selasa, 20 Agustus 2013 17:44 WIB

Jemaat Ahmadiyah melaksanakan upacara bendera HUT RI ke 68 di lapangan asrama transito, lingkungan Majeluk, Lombok, NTB, (17/8). Ratusan Jemaat Ahmadiyah telah mengungsi di asrama transito selama 7 tahun. TEMPO/Dwianto Wibowo

TEMPO.CO, Jakarta - Tujuh tahun sudah keluarga Sahidin dan 31 keluarga penganut Ahmadiyah lainnya mengungsi di Wisma Transito karena rumah mereka diserbu saudara muslimnya pada Februari 2006.

Dua anak Sahidin: Maryam Nur Sidikah, 6 tahun, dan adiknya Muhammad Khotaman Nabiyyin, terus merengek minta pulang. Mereka dan 22 anak lainnya harus lahir di pengungsian.

"Ayah, kapan kita pulang ke rumah sendiri?" Maryam suatu kali bertanya kepada Sahidin. Sahidin, koordinator pengungsi Ahmadiyah di Wisma Transito Majeluk, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, hanya termangu mendengar pertanyaan anaknya.

Kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah di Mataram hanya satu serpihan dari pecahan kaca bernama toleransi di negeri ini. Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia-Yayasan Denny J.A. menunjukkan, sejak 1998 hingga 2012, terjadi hampir 2.400 kasus kekerasan diskriminasi—kebanyakan berbasis agama. Jika dirata-rata, tiap tahun ada 160 konflik. Atau, tiap 2-3 hari muncul satu konflik berlatar belakang suku, agama, ras, dan antargolongan.

Nyaris tak ada solusi pada sebagian besar konflik itu. Jika ada, sekarang Sahidin tidak tinggal di pengungsian. Hukum juga tak bertaji terhadap mereka yang bersalah. Lihat saja, para penyerang jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, yang menewaskan tiga anggota jemaah, hanya divonis 3-6 bulan bui. Akibatnya, kekerasan berbasis SARA mendapatkan kesempatan untuk tumbuh subur.

“Kemajemukan berbasis suku, agama, ras, dan antargolongan sekarang paling mudah menyulut emosi masyarakat,” Otto Nur Abdullah, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, mengingatkan. Statistik mendukung Otto. Mengutip laporan Setara Institute dan Wahid Institute, kasus kekerasan berbasis agama meningkat sekitar 30 persen sejak 2009 hingga pertengahan 2013.

Namun kita beruntung karena di negeri ini masih ada warga negara yang tak kenal lelah bergiat merajut perdamaian, hak asasi, dan kebebasan beragama. Mereka ini pantas dibanggakan. Berbekal keyakinan tersebut, Koran Tempo mempersembahkan edisi khusus Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 2013 bagi Para Perekat Republik.

Ada lima tokoh dan satu organisasi yang ditahbiskan sebagai para perekat Republik. Mereka adalah (1) Lian Gogali, penggerak pembauran di Poso, tempat di mana sayur-mayur dan buah-buahan pernah beragama. Lian menyatukan ibu-ibu Islam, Kristen, dan Hindu di Sekolah Perempuan Mosintuwu sejak tiga tahun lalu hingga sekarang. Tujuannya adalah mencegah konflik berkepanjangan di kabupaten di Sulawesi Tengah.

(2) Sofyan Tan di Medan. Pengalaman buruk ditolak masuk universitas negeri karena bermata sipit membuat dia mendirikan sekolah multi-etnis.

(3) Kami juga memilih Kholiq Arif, Bupati Wonosobo, yang juga menjadi tokoh “Bukan Bupati Biasa” versi majalah Tempo. Meskipun Kholiq bukan nama baru di media massa, kami menilai kiprahnya, yang sempat dianggap sesat karena melindungi penganut Ahmadiyah dan Syiah, menjadi antitesis dari para kepala daerah yang tak berbuat apa pun.

(4) Dari Bali, kami memilih Anak Agung Ngurah Agung. Pengagum Abdurrahman Wahid ini berusaha memulihkan keretakan hubungan umat Hindu-Islam pasca-bom Bali. Rumahnya di Puri Gerenceng-Pemecutan, Jalan Diponegoro, Denpasar, kerap dipenuhi umat Islam yang khusyuk mendaras doa dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW.

(5) Ada juga Tuan Guru Subki Sasaki yang mendobrak arus utama kaum konservatif di Lombok. Ia merupakan penyokong utama keragaman di wilayah itu.

(6) Terakhir, ada Forum Silaturahmi Anak Bangsa. Organisasi unik ini mendekatkan anak-anak dari mereka yang semula berseteru satu generasi yang lalu. Ada putri Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani, bergandengan tangan dengan putra S.M. Kartosuwirjo dan D.N. Aidit.

Merekalah para perawat toleransi di republik ini, setelah negara absen memenuhi kewajibannya dalam merawat keberagaman. Bukan toleransi yang dibatasi sekadar untuk menghindari konflik, melainkan dengan cinta yang tak berbatas terhadap kemanusiaan. Pembaca, inilah mereka, para perekat “kaca-kaca” yang terserpih di republik ini.

TIM TEMPO

Berita terkait

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

32 hari lalu

Miniatur Toleransi dari Tapanuli Utara

Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.

Baca Selengkapnya

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

48 hari lalu

Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB

Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

16 November 2023

Asal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November

Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.

Baca Selengkapnya

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

18 Juni 2023

Terkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan

Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

24 Mei 2023

Mas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang

Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.

Baca Selengkapnya

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

1 April 2023

Ngabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama

Di akhir pekan atau hari libur nasional, Jakabaring Sport City menjadi pilihan destinasi liburan dalam kota yang seru.

Baca Selengkapnya

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

16 Februari 2023

Ketua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama

Indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

2 Februari 2023

Bamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR

Sosialisasi itu akan mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusivitas bangsa.

Baca Selengkapnya

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

16 November 2022

Wakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan

Klaten disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Di tengah keberagaman agama tetap memiliki keharmonisan, persatuan dan kesatuan.

Baca Selengkapnya

Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

28 Oktober 2022

Siswi Muslim Jadi Ketua Osis di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng

Aprilia Inka Prasasti terpilih sebagai ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) di SMA Katolik St. Fransiskus Saverius Ruteng Nusa Tenggara Timur.

Baca Selengkapnya