Warga Desa Alastlogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur menggarap lahan sengketa walau sebenarnya sudah disepakati kasus tanah itu sudah ber-status quo. TEMPO/Abdi Purmono
TEMPO.CO, Malang-Puluhan warga dari delapan kecamatan di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, melakukan demo diam di halaman Kepolisian Resor Bangkalan, Senin 8 Juli 2013. Mereka hanya membentangkan spanduk berisi tuntutan agar pelaku pemalsuan ratusan sertifikat tanahnya ditangkap dan diproses hukum. "Sudah dua tahun kasus ini kami laporkan ke polisi, tapi tanpa perkembangan. Pelaku masih bebas berkeliaran," kata Muzakki, salah satu korban pemalsuan sertifikat asal Desa Jaddih, Kecamatan Socah.
Menurut Muzakki, kasus bermula pada 2008. Seorang warga Kabupaten Sampang bernama Hadrowi menawarkan pinjaman tanpa bunga dari bank dengan jaminan sertifikat tanah. Jatuh tempo pinjaman selama dua tahun. Tanpa curiga, Muzakki meminjam uang Rp10 juta. "Saya percaya karena dulu Hadrowi ustad saya di pesantren."
Dua tahun kemudian, Muzakki hendak menebus sertifikat tanahnya. Namun banyak menemui kendala. "Hadrowi bilang sertifikat tanah saya ada pada warga Surabaya bernama Ko Junaidi Wibowo."
Muzakki pun mendatangi Ko Junaidi alias Kocun warga Jalan Mugidul Gang 1 Kota Surabaya. "Dia tidak bisa beri sertifikat karena masih ada di bank," terangnya.
Tak puas, Muzakki lalu menelusuri keberadaan sertifikatnya dari bank ke bank. Sertifikatnya terdeteksi diagunkan ke Bank BRI cabang Tanjung Perak. Dia pun berpura-pura menebus sertifikat itu. "Kata pihak bank sertifikat saya sudah berubah nama menjadi nama Hendri."
Saat itulah, Muzakki mencium ketidakberesan. Setelah ditelusuri ternyata banyak warga lain yang juga menjadi korban. "Ada sekitar 245 sertifikat yang dipalsukan, mulai dari Kabupaten Sampang sampai Bangkalan."
Kuasa hukum para korban Rohman Hakim menambahkan kasus ini sudah dilaporkan secara perdata PTUN dan pidana pada 2011. PTUN, kata dia, memenangkan gugatan para korban. "Tapi kasus pidananya mandeg." Masalah inilah yang membuat para korban mendatangi Polres untuk menanyakan perkembangan kasus pemalsuan sertifikat tanah itu. "Ternyata sampai sekarang kasusnya belum lengkap."
Yang paling mengecewakan, kata dia, polisi sejauh ini hanya menetapkan Hadrowi sebagai tersangka, sedangkan Kocun tetap hidup tenang. "Padahal semua barang bukti keterlibatan Kocun sudah kami serahkan," katanya.
Rohman menambahkan 245 sertifikat itu diagunkan Kocun ke Bank BRI Tanjung Perak senilai Rp 6,3 miliar. "Sebagian uang inilah yang diberikan ke warga, sesuai permintaan pinjaman mereka berkisar antara Rp3-100 juta per orang," terangnya.
Wakil Kepala Polres Bangkalan Komisaris Budi Santoso membantah kasus ini mandeg. "Masih P19, masih ada yang perlu dilengkapi." Menurut Budi, jumlah tersangka kemungkinan masih bisa bertambah. Hari ini, Polres menggelar perkara agar ada bukti tambahan untuk menetapkan tersangka lain.