Dua dari 12 terdakwa penyerangan Lapas Cebongan anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan Kartasura, Serda Ucok Tigor Simbolon (kiri) dan Serda Sugeng Sumaryanto (dua dari kanan) meminta maaf kepada saksi dalam sidang militer lanjutan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta (2/7). ANTARA /Sigid Kurniawan
TEMPO.CO, Yogyakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai para hakim militer di Mahkamah Militer Yogyakarta salah memaknai konsep sidang terbuka.
"Kami mengajukan usul agar saksi yang berasal dari narapidana Cebongan, memakai penutup wajah. Tapi permintaan ini ditolak hakim," kata anggota LPSK, Teguh Sudarsono, Ahad 7 Juli 2013.
Penolakan ini, kata Teguh, tak hanya mencerminkan salahnya pemahaman hakim soal sidang terbuka, tapi juga menandakan hakim tidak peka terhadap aspek humanisme dari para saksi yang berstatus napi.
Teguh juga menyesalkan tindakan hakim yang sering bertanya soal kenyamanan dan keamanan persidangan pada saksi, seolah seperti sedang menggiring saksi untuk memberikan jawaban tertentu. "Itu justru membuat saksi tertekan," kata Teguh.
Untuk menjaga suasana kebatinan para saksi, LPSK menugaskan sebuah tim psikolog untuk memantau jalannya persidangan.
Sidang peradilan kasus penyerangan LP Cebongan, sudah digelar sejak Juni 2013 lalu. Ada 12 anggota Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang menjadi tersangka.