TEMPO.CO, Jakarta--Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyatakan tingkat kepuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia saat ini berada di titik terendah. Survei LSI menyebutkan 56,6 persen masyarakat tak puas terhadap penegakan hukum di Tanah Air.
"Ini menggambarkan betapa rendahnya wibawa hukum di era pemerintah saat ini," kata peneliti LSI, Dewi Arum, di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Ahad, 7 April 2013. Berdasarkan survei, hanya 29,8 persen masyarakat yang menyatakan puas terhadap penegakan hukum di Indonesia saat ini.
Adapun survei dilakukan pada 1-4 April 2013 dengan metode multistage random sampling. Jumlah responden sebanyak 1200 orang di 33 provinsi Indonesia dan margin of error sebesar 2,9 persen.
Menurut Dewi, masyarakat yang tak puas dengan penegakan hukum berasal dari semua kalangan. "Terutama masyarakat yang berasal dari ekonomi rendah dan pedesaan," ujar dia. Sebabnya, ia menambahkan, kalangan itu merasa tidak pernah diperlakukan secara adil oleh hukum.
Ia menjelaskan, tingkat ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di bawah pemerintahan SBY-Boediono cenderung meningkat. Survel LSI pada Januari 2010 lalu menyatakan 37,4 persen masyarakat tak puas.
"Ini seharusnya menjadi pukulan bagi pemerintah maupun bangsa karena pada akhirnya semua persoalan bisa diselesaikan lewat (cara) anarkis," ucap Dewi. Karena itu, ia melanjutkan, tidak mengherankan jika langkah "main hakim sendiri" makin marak di tengah masyarakat.
PRIHANDOKO
Topik Terhangat Tempo:
Penguasa Demokrat || Agus Martowardojo || Serangan Penjara Sleman || Harta Djoko Susilo || Nasib Anas
Baca juga:
Beredar, Pesan Berantai Dukungan untuk Kopassus
Ini Kejanggalan Kasus Cebongan Versi Komnas HAM
Profil Grup 2 Kopassus, Penyerang LP Cebongan
Berita terkait
Bamsoet Tegaskan Pentingnya Yurisprudensi dalam Sistem Hukum Indonesia
18 November 2023
Bambang Soesatyo menekankan bahwa walaupun penegakan hukum di Indonesia berorientasi kepada undang-undang (codified law), keberadaan yurisprudensi tetap bisa dijalankan.
Baca SelengkapnyaTGB Zainul Majdi Bicara Solusi Redam Konflik Horizontal
14 Agustus 2019
TGB Zainul Majdi bicara berdasarkan pengalamannya mengkaji rendahnya konflik horizontal di Lombok Utara.
Baca SelengkapnyaPembebasan Abu Bakar Baasyir Berpotensi Kacaukan Sistem Hukum
20 Januari 2019
Pembebasan terhadap Abu Bakar Baasyir dinilai tanpa landasan. "Presiden dapat dianggap mengangkangi konstitusi,"
Baca SelengkapnyaPengadilan Politik
15 Maret 2017
Benarkah hukum itu netral? Sebagaimana wacana kebudayaan, dan hukum itu bagian dari kebudayaan, meskipun dapat diterapkan suatu prasangka baik bagi segenap praktisi hukum, posisi manusia sebagai subyek sosial membuatnya berada di dalam-dan tidak akan bebas dari-konstruksi budaya yang telah membentuknya. Meski pasal-pasal hukum ternalarkan sebagai adil, konstruksi wacana sang hamba hukumlah yang akan menentukan penafsirannya.
Baca SelengkapnyaVideo Ceramah Bachtiar Nasir Kasusnya di SP3, Ini Alasannya
7 Maret 2017
Sebelumnya, dalam sebuah video ceramah, Bachtiar Nasir mengaku telah menemui Kapolri Tito Karnavian, dan menyebut semua kasus ditutup.
Baca SelengkapnyaReformasi Hukum Kedua Jokowi
26 Januari 2017
Saat ini terdapat lebih dari 40 ribu peraturan perundang-undangan di Indonesia. Untuk peraturan daerah saja, sejak Reformasi hingga 2015 telah diproduksi lebih dari 3.000 peraturan daerah provinsi dan lebih dari 25 ribu peraturan daerah kabupaten/kota. Tapi banyak di antaranya yang tumpang-tindih, tidak berdaya guna, dan sebagian justru menghambat pelaksanaan pembangunan. Sejak otonomi daerah diberlakukan, muncul ribuan peraturan daerah yang justru bermasalah.
Tak mengherankan, pada Reformasi Hukum Tahap I (Juni 2016), pemerintah mengimbau agar lebih dari 3.000 peraturan daerah dibatalkan. Penyebabnya, banyak regulasi yang multitafsir, berpotensi menimbulkan konflik, tumpang-tindih, tidak sesuai asas, lemah dalam implementasi, tidak ada dasar hukumnya, tidak ada aturan pelaksanaannya, dan menambah beban, baik terhadap kelompok sasaran maupun yang terkena dampak regulasi. Kualitas regulasi yang buruk bisa berdampak ketidakpastian hukum, inefisiensi anggaran, kinerja penyelenggara negara yang rendah, daya saing ekonomi rendah, minat investasi menurun, dan menimbulkan beban baru bagi masyarakat dan pemerintah.
Mantan Ketua MK: Harapan 2017, Pengadilan Independen
12 Januari 2017
Sebagai benteng terakhir keadilan, pengadilan harus tetap memiliki independensi dan integritas tinggi serta menjadi tumpuan masyarakat pencari keadilan.
Baca SelengkapnyaPolisi yang Beperkara Hukum Harus Lapor kepada Pimpinan
19 Desember 2016
Tito mengatakan selama ini ada anggotanya yang dipanggil karena beperkara hukum, tapi pimpinan tidak mengetahui.
Baca SelengkapnyaKawal Jokowi-JK, PDIP Soroti Soal HAM, Korupsi, dan Hukum
14 Desember 2016
Trimedya menyoroti dua tahun pemerintahan Jokowi-JK.
Baca SelengkapnyaKebijakan Hukum, Pemerintah Disarankan Fokus 3 Hal Ini
17 Oktober 2016
Budaya hukum yang baik tidak terbentuk.
Baca Selengkapnya