TEMPO Interaktif, Jakarta: Ikan di perairan teluk Buyat Minahasa masih layak utuk dikonsumsi. Tim penelitian Universitas Sam Ratulangi tidak menemukan adannya ikan benjol di perairan tersebut. Hal tersebut disampaikan Desy Mantiri, dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi dan disaksikan oleh Menteri Achmad Sujudi, hari Jum’at (6/8) di kantor Departemen Kesehatan, Jakarta. Menurut Desy, pihaknya telah melakukan penarikan sampel dari tiga daerah, yaitu Teluk Buyat, Teluk Ratatotok, dan satu daerah perairan yang dianggap bersih. Sampel, menurutnya, diambil dengan cara pancing tangan dan jala lempar dan diambil sampai ke daerah sedimen. "Pengambilan di dekat sedimen dengan asumsi di sanalah lokasi penimbunan logam tertinggi," jelasnya.Sampel yang diambil berjumlah 40 ekor ikan hidup. "Dari sampel yang kami ambil sama sekali tidak ditemukan adanya ikan benjol," ujar Desy. Ikan benjol yang didapatkan, jelasnya, adalah yang dilaporkan oleh penduduk setempat. Untuk itu pihaknya mengirimkan sampel ikan tersebut ke Lembaga Studi Ilmiah di Bogor untuk diteliti penyebabnya. Ikan benjol itu sendiri, menurut Desy, tidak selalu disebabkan karena bahan pencemar. "Kadang-kadang mereka bisa muncul secara alami, seperti pada ikan kerapu," ujarnya. Oleh karena itu, Desy menilai pihaknya harus hati-hati sebelum menyatakan ikan benjol adalah akibat pencemaran.Desy menyayangkan pemberitaan di media yang membingungkan dan meresahkan masyarakat. Dia berharap hasil penelitiannya ini dapat membantu menenangkan masyarakat. Menurutnya, masyarakat Buyat sendiri saat ini sudah kembali mengkonsumsi ikan-ikan tersebut. "Bahkan saya sendiri juga memakannya," katanya.Desy juga mengaku tidak habis pikir mengapa LSM tetap bersikeras mengatakan di daerah tersebut ada Minamata. "Saya juga berbicara seperti ini sebagai warga sana," tukasnya. Menurut Desy, keadaan di daerah Buyat sendiri saat ini sudah semakin baik dengan diberikannya bantuan dari pemerintah daerah. Rina Rachmawati dan Irine - Tempo News Room