Partitur lagu 'Bangun Pemudi Pemuda' yang diciptakan Alfred Simanjuntak pada tahun 1943, yang ilhamnya datang saat ia sedang berada di kamar mandi. Waktu itu, menurut Alfred, Indonesia memerlukan lagu kebangsaan yang mampu mengobarkan semangat kemerdekaan. TEMPO/Praga Utama
TEMPO.CO, Jakarta - Bangun pemudi pemuda Indonesia... Tangan bajumu singsingkan untuk negara.. Masa yang akan datang kewajibanmulah... Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Lagu Bangun Pemudi Pemuda itu terlantun ketika Tempo bertandang ke sebuah rumah di Bintaro Paradis, Selasa, 16 Oktober 2012. Sang pelantun adalah pencipta lagu itu, Alfred Simanjuntak.
Waktu Tempo berkunjung, usia Alfred sudah mencapai 92 tahun. Meski renta, fisiknya sehat. Alfred masih mampu berjalan tegak dan menjawab pertanyaan Tempo tanpa seorang pendamping. Pada saat menyanyi, suaranya tetap empuk dan merdu.
“Tapi saya tidak lagi ingat bait kedua lagu itu,” ujar dia.
Memori Alfred memang sudah melamur. Tapi, ia masih ingat bahwa spirit kebangsaan membuat pemuda saat itu nekat menyanyikan Bangun Pemudi Pemuda di lapangan terbuka. Hingga akhirnya sampai ke telinga tentara Jepang.
“Lagu itu memang memberikan semangat kepada pejuang. Bahkan menurut Jepang, lagu itu terlalu patriotik,” kata Alfred.
Karena suasana cinta tanah air begitu melekat di lagu Bangun Pemudi Pemuda, Alfred pun masuk daftar hitam orang yang paling dicari Polisi Militer Jepang. Khawatir diringkus, suami Alida ini sempat bersembunyi. Namun, ia lupa di mana lokasi persembunyiannya waktu itu.
“Tak ingat juga berapa lama mengumpetnya,” kata dia.
Di mata Alfred, tentara Jepang sangat bengis dan jelek. Kepada Tempo ia bercerita, bila Jepang menganggap seseorang bersalah dan menangkapnya, orang itu tidak bakal kembali. Entah tentara Jepang menembaknya hingga mati, atau mendorongnya ke jurang.
“Jepang itu sangat jelek. Orang karang lagu kok dikejar, mau dibunuh. Woh!”
Pengalaman bersembunyi itu pernah Alfred tuturkan ke temannya di Tokyo. Ia juga bercerita soal kebengisan tentara Jepang di Indonesia pada masa penjajahan. Kekejaman itu diakui teman Alfred itu.
“Masyarakat Jepang tahu soal sadisnya tentara mereka,” ujar dia.
Usaha persembunyian Alfred dari endusan prajurit Jepang membuahkan hasil. Pada 1950 ia melanjutkan pendidikan ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia, selama dua tahun. Kemudian ia pergi belajar ke Universitas Leiden, Belanda, pada 1954-1956.
“Untung tidak tertangkap tentara Jepang, jadi bisa membuat lagu sampai sekarang,” kata Alfred.
Telkomsel Semangat Indonesia: Inspirasi untuk Berkontribusi
28 Oktober 2023
Telkomsel Semangat Indonesia: Inspirasi untuk Berkontribusi
Telkomsel Semangat Indonesia" lebih dari sebuah manifesto, hal ini juga menjadi langkah nyata dari komitmen Telkomsel untuk konsisten berkontribusi bagi bangsa dan negara