TEMPO.CO, Surabaya - Puluhan ulama dari Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Basra) mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melarang karapan sapi dengan kekerasan yang masih berlangsung di Madura.
Salah seorang ulama Basra, Taufik Abdullah, mengatakan bahwa beberapa waktu lalu ternyata masih ada karapan sapi di Sampang yang dilakukan dengan cara menyiksa sapi. "Anehnya karapan sapi itu dibuka oleh Gus Ipul sebagai wakil gubernur," kata Taufik, ketika berdialog dengan Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, di Ruang Kertanegara, Kantor Gubernur, Selasa, 23 Oktober 2012.
Menurut Taufik, sejarah karapan sapi di Madura tak lepas dari penyebaran agama Islam. Kemudian, berkembang menjadi tradisi dan perlombaan.
Orientasi kemenangan dalam setiap penyelenggaraan karapan sapi menyuburkan kebiasaan menyiksa sapi sebelum terjun berlomba. Bagian tubuh sapi, termasuk bagian pantat, dipukul dengan benda tajam hingga berdarah. Tujuannya agar sapi mampu berlari dengan cepat.
Menanggapi protes para ulama, Saifullah Yusuf yang biasa disapa Gus Ipul meminta maaf. Dia berjanji karapan sapi yang dibukanya merupakan yang terakhir yang menggunakan kekerasan.
Pada perlombaan karapan sapi dengan hadiah berupa Piala Presiden tahun depan, Gus Ipul memastikan tidak akan ada sapi yang disiksa. Apalagi Gubernur Jawa Timur Soekarwo juga telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1/ins/2012 tertanggal 1 Mei 2012 yang melarang karapan dengan kekerasan.
Menurut informasi yang dihimpun Tempo, berbagai cara dilakukan pemilik sapi maupun pawangnya agar sapinya berlari kencang. Di antaranya cambuk yang digunakan joki sapi dilengkapi paku atau besi tajam. Bagian tubuh sapi yang terluka bahkan disiram dengan air lombok.