Rangka sepeda yang hangus terbakar di antara puing rumah yang dibakar ketika konflik di Desa Karang Gayam, Sampang, Madura, Senin, (8/27). TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Jakarta -- Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nurcholis mengatakan relokasi warga Syiah dari Sampang, Jawa Timur, tak akan menyelesaikan masalah. "Kami menolak keras gagasan memindahkan orang atau kelompok karena masalah perbedaan, karena itu tidak menyelesaikan masalah," ujarnya dalam diskusi Polemik di Cikini, Sabtu, 1 September 2012.
Menurut Nurcholis, relokasi bisa saja dilakukan dalam situasi konflik antarkelompok. Namun hal itu mesti atas persetujuan korban. "Negara tidak boleh memindahkan orang ke tempat lain hanya karena ada 'perbedaan'. Relokasi karena alasan itu tidak bisa dipaksakan," ujarnya.
Komnas HAM, kata Nurcholis, merekomendasikan kepala daerah setempat dan Menteri Dalam Negeri segera mengambil langkah pemulihan keamanan dan menjamin hak para pengungsi. Apalagi ada kekhawatiran nasib pengungsi tidak jelas karena pemerintah daerah hanya menyediakan sarana ungsi untuk sepuluh hari ke depan saja.
Negara juga diminta mengevaluasi konflik secara menyeluruh, termasuk memetakan tipologi konflik di Indonesia. Apalagi selama ini di Indonesia konflik antarkelompok terus berulang, seperti yang terjadi di Mesuji, Bima, maupun Ogan Ilir. Adapun Mendagri disarankan menjembatani penyelesaian konflik oleh kepala daerah karena banyak rekomendasi Komnas HAM yang selama ini diabaikan.
Akhir pekan lalu, bentrokan kembali terjadi di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Omben, Sampang, Madura, Jawa Timur. Aksi kekerasan yang dimulai sejak pukul 11.00 menimbulkan korban jiwa, sejumlah korban luka, dan kerusakan 35 rumah warga yang dibakar. Diduga konflik disebabkan oleh keberadaan kaum Syiah di daerah tersebut.
Sejak kematian pemimpin kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah, pada 18 Juli lalu, banyak pihak menilai hal itu sebagai keberhasilan ikhtiar negara menumpas akar-akar terorisme. Namun mungkinkah peristiwa tertembaknya seseorang dapat menjelaskan bahwa gerakan radikalisme di Indonesia telah berakhir?