Atraksi Sukhoi pada Hari Kemerdekaan Dinilai Tak Perlu
Reporter
Editor
Kamis, 16 Agustus 2012 07:01 WIB
Sebuah pesawat tempur Sukhoi melintas saat upacara peringatan HUT TNI AU ke-63 di Halim Perdanakusuma, Jakarta, (15/4). ANTARA/Prasetyo Utomo
TEMPO.CO, Jakarta: Direktur Institute for Defense Security and Peace Study (IDSPS) Mufti Makaarim menilai parade sejumlah persenjataan canggih milik TNI termasuk atraksi terbang lintas lima pesawat Sukhoi dan F-16 pada tanggal 17 Agustus mendatang sebagai selebrasi artifisial. Menurut dia, biaya yang digelontorkan untuk itu cukup besar untuk satu kali penerbangan.
"Parade itu memakan anggaran setara dengan biaya patroli satu bulan," ujar Mufti saat dihubungi oleh Tempo, Rabu, 15 Agustus 2012. Namun dia mengaku bahwa parade alutsista adalah salah satu tradisi yang tak bisa dihindari.
"Tapi apa iya masyarakat perlu melihat bisingnya pesawat tempur yang lalu lalang?" kata Mufti. Dia menilai pada dasarnya kebutuhan masyarakat Indonesia secara riil belum terpenuhi. "Tentu dalam konteks komparasi dengan kemiskinan yang masih melanda, selebrasi semacam ini tidak layak," ujarnya.
Dia menyayangkan momen Perayaan Kemerdekaan RI ke-67 kali ini tak dilaksanakan secara reflektif. "Padahal ada kesamaan situasi dengan tahun 1945, dimana ketika itu proklamasi juga jatuh pada bulan Ramadan," ujar dia.
"Dulu tak ada perayaan yang menelan biaya miliaran seperti sekarang," kata Mufti. Dia mengaku khawatir kalau selebrasi kemerdekaan hanya dirasakan segelintir elit.
"Mereka bersenang-senang diatas sebagian masyarakat yang belum merasakan kesejahteraan," katanya. Untuk itu dia mengajak agar perayaan kemerdekaan tahun depan bisa dilaksanakan dengan lebih baik. "Sebaiknya selebrasi artifisial semacam ini dihindari saja," kata Mufti.