TEMPO Interaktif, Jakarta: Korban banjir bandang Bahorok mengeluhkan mulai menipisnya stok makanan untuk 400 kepala keluarga yang saat ini masih bertahan di tempat pengungsian. "Stok makanan yang ada hanya tersisa untuk satu minggu ke depan," kata juru bicara Forum Komunikasi Penanggulangan Korban Banjir Bandang Bahorok (FKPKB3) Said Purba kepada wartawan di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Jakarta, Kamis (15/4). Berdasarkan pertemuan dengan pihak Departemen Sosial pada 1 April 2004 di Jakarta, mereka dijanjikan akan segera mendapat bantuan pangan. "Namun hingga saat ini belum terealisasi," ujar Said. Perwakilan korban saat ini telah berada di Jakarta selama sebulan penuh menemui para pejabat di departemen-departemen, untuk memperjuangkan nasib mereka. Menurut Said hal ini terpaksa mereka tempuh karena warga tidak pernah mendapatkan jawaban maupun kepastian dari pemerintah daerah atas penanggulangan pasca bencana di Bahorok. "Alasan mereka karena hal ini menjadi urusan pusat," tandasnya. Bupati sendiri sempat menjanjikan akan membuka kembali kawasan wisata Bukit Lawang dalam waktu enam bulan setelah peristiwa banjir 2 November 2003. "Tapi hingga saat ini tidak ada aktivitas perbaikan apapun di lokasi itu. Jadi apa yang mau dibuka," tanyanya. Menurut pengakuan Alamsyah, salah seorang korban, Humas Pemda telah membagikan bantuan berupa uang tunai Rp 627 juta pada warga. Bagi warga yang rumahnya hanyut mendapat bantuan Rp 1 jatu, sedangkan yang rumahnya masih ada hanya mendapat bantuan Rp 500 ribu. "Padahal Pemda berjanji tiap KK mendapat Rp 10 juta," ujarnya. Berdasarkan perhitungan sementara total kerugian yang diderita oleh warga maupun pemilik hotel di kawasan wisata tersebut sebesar Rp 250 miliar. Selain masalah bantuan dana dan pangan, warga Bukit Lawang saat ini juga mengkhawatirkan terjadinya banjir bandang jilid II. Menurut Said hal ini diperparah dengan masih banyaknya kayu yang berserakan di daerah hulu tepatnya di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). "Bila banjir datang, kayu-kayu itu bisa jatuh dan menimpa banyak orang hingga menimbulkan korban kembali," katanya. Pihak Departemen Kehutanan yang ditemui warga pada tanggal 18 Maret 2004 berjanji akan segera membahas masalah ini dengan pengelola TNGL. Sita Planasari Tempo News Room