TEMPO Interaktif, Kupang:Pengungsi Timtim asal Nusa Tenggara Timur (NTT) belum memastikan akan menggunakan hak suaranya dalam pemilu mendatang, menyusul belum adanya kepastian ganti rugi aset yang ditinggalkan di Timor Timur pasca jajak pendapat 1999 lalu. Koordinator urusan aset warga Timor Timur asal NTT, Imanuel Ndoen, mengatakan hal itu saat ditemui di Kupang, Rabu (10/3). Menurutnya, tuntutan ganti rugi aset pengungsi sudah disampaikan sejak 2002 lalu, tetapi belum ada jawaban pasti dari pemerintah. Sehingga untuk sementara pengungsi belum dapat mengambil sikap apakah memberikan hak suara atau tidak dalam pemilu legislatif dan presiden nanti. "Kami akan mengeluarkan imbauan dan seruan moral agar warga NTT yang pernah menetap di Timtim untuk tidak menggunakan hak politiknya jika sampai 5 April belum juga ada kepastian dari pemerintah tentang ganti rugi aset," kata Ndoen.Ndoen menambahkan, jumlah pengungsi Timtim asal NTT sebanyak 1.422 KK atau sekitar 10 ribu jiwa dan tersebar di Timor Barat, Flores, Sumba, dan Alor. "Seruan moral itu akan kami keluarkan segera sebelum pemilu itu berlangsung karena sekitar 6.000 di antaranya sudah ditetapkan sebagai pemilih tetap dalam pemilu nanti," lanjutnya. Tahun 2002 lalu pemerintah mengeluarkan imbauan kepada pengungsi Timtim asal NTT untuk mendaftarkan aset yang ditinggalkan, baik aset bergerak, tidak bergerak, dan aset perorangan. "Total aset yang ditinggalkan warga NTT di Timtim mencapai ratusan miliar dan pemerintah harus memberikan ganti rugi," lanjutnya.Sementara itu, Pemerintah Timor Lorosae telah mengeluarkan pengumuman hari penutupan pendaftaran aset bagi bekas warga Provinsi Timtim, yaitu 12 Maret 2004 yang akan datang, dan juga telah melakukan sosialisasi di Timor Barat. Hal itu berarti, jika setelah tanggal itu warga bekas Provinsi Timtim (termasuk pengungsi) tidak mendaftarkan klaim asetnya ke perwakilan kantor Land and Property (kantor utama di Dili, perwakilannya di Kedubes Timor Lorosae Jakarta), maka hak aset mereka yang ditinggalkan di Timtim akan dinyatakan hilang dan akan dikelola oleh negara dengan kemungkinan sangat kecil untuk melakukan klaim lagi.Menurut Ndoen, dengan adanya batasan waktu ini maka pengungsi Timtim, khususnya warga NTT, akan kesulitan melakukan klaim dan ganti rugi karena prosenya berbelit-belit dan membutuhkan biaya yang besar. Untuk itu, Pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab atas seluruh aset warga Indonesia yang ditinggalkan di Timtim.Jem's de Fortuna - Tempo News Room