TEMPO.CO, Semarang - Sebanyak 47 aktivis perdamaian dari berbagai wilayah se-Indonesia berkumpul di Semarang untuk membahas isu-isu perdamaian. Acara digelar oleh Yayasan Prasasti Perdamaian mulai Selasa hingga Kamis, 8-10 Mei 2012, di Hotel Quest Semarang.
Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian Noor Huda Ismail menyatakan para peserta pertemuan adalah para aktivis gerakan perdamaian di wilayah masing-masing yang di dalam forum disuruh untuk bercerita tentang hal-hal kecil tentang perdamaian.
Sebelumnya, para peserta itu adalah aktivis gerakan fundamentalisme yang belakangan sudah berubah menjadi pluralis. “Ada mantan kombatan Kristen Poso duduk bersama dengan kombatan Islam Poso untuk berdiskusi masalah perdamaian,” kata Noor Huda Ismail, Rabu, 9 Mei 2012.
Noor Huda menyatakan pembahasan yang dilakukan tak memakai perspektif agama. Sebab, kata dia, pluralisme yang dipakai bukan perspektif agama, tapi pluralisme kekeluargaan. Selain itu, jika terjebak pada agama dan teologi, maka perdebatan itu tak akan selesai-selesai. “Kami ingin menjahit kepentingan orang-orang, baik dari Aceh sampai Papua,” kata Noor Huda.
Ia menyatakan para aktivis perdamaian itu akan membuat Jaringan Nasional Masyarakat Madani Peduli Perdamaian. Jaringan inilah yang akan berkonsentrasi dalam gerakan untuk membumikan perdamaian di Nusantara. Selain itu, program jangka pendek lainnya adalah membuat website tentang perdamaian yang bisa diakses secara bebas. Sebab, kata Huda, masalah konflik juga masalah jejaring.
Huda menilai perwujudan perdamaian tak hanya bisa dilakukan oleh negara semata. Bahkan, kata dia, upaya perdamaian yang dilakukan negara kadang kala hanya menjadi residu. Sebab, jika ada konflik, maka penyelesaiannya hanya sesaat, mengambang, bahkan negara sering menutup-nutupi kasus konflik tanpa ada penyelesaian yang konkret.
ROFIUDDIN