TEMPO Interaktif,
Jakarta: Departemen Luar Negeri (Deplu) Republik Indonesia meminta agar pemerintah Amerika Serikat (AS) melakukan instrospeksi terhadap penegakkan hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan sebelum memberikan penilaian terhadap penegakkan HAM di Indonesia. "Sebuah negara harus benar-benar yakin tentang catatan penghormatan HAM di negaranya sendiri sebelum memberanikan diri untuk memberikan penilaian kepada negara lain," tegas Juru Bicara Departemen Luar Negeri Marty Natalegawa, dalam acara jumpa pers di kantornya, Jumat (27/2) siang.Dalam laporan HAM tahun 2003 yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri AS kemarin, tercantum sejumlah negara yang memiliki catatan penegakkan HAM yang buruk, seperti Indonesia, Republik Rakyat Cina (RRC), dan Thailand. Laporan tersebut menyebutkan, Indonesia masih dianggap banyak melakukan pelanggaran HAM. Hal ini dapat dilihat antara lain dari pelaksanaan darurat militer di Aceh. AS juga menegaskan, pemerintah Indonesia tidak mampu dan bahkan tidak bersedia untuk menghentikan pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan warga sipil, kelompok bersenjata seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sebagainya.Lebih lanjut Marty menegaskan, Pemerintah AS sama sekali tidak memiliki dan diberikan kewenangan untuk memberikan penilaian atas penghormatan HAM di Indonesia. Menurutnya, para birokrat di Deplu AS sama sekali tidak memiliki kompetensi untuk memberikan penilaian seperti itu. "Satu-satunya pihak yang bisa memberikan penilaian itu adalah bangsa kita sendiri," tegasnya. Pemerintah Indonesia, lanjut dia, menilai laporan yang dikeluarkan AS tersebut sama sekali tidak berguna. "Laporan itu sama sekali tidak kredibel," kata dia. Ditambahkannya pula, laporan tersebut menunjukkan tidak adanya pemahaman yang baik dari Pemerintah AS terhadap kondisi di Indonesia. Marty menambahkan, pemerintah merasa kecewa atas laporan HAM tersebut. Menurutnya, hal inim bertentangan dengan pernyataan yang sering dilontarkan sejumlah tokoh masyarakat AS yang mengakui kemajuan pelaksanaan HAM di Indonesia. "Ini hanya proses cut dan paste dari beberapa sumber di internet. Buang-buang tinta dan kertas harus nge-print 36 halaman laporan seperti ini," kata dia dengan nada kecewa. Ditegaskannya pula, pemerintah menilai penegakkan HAM di negara adidaya tersebut tidak sempurna. Dia mengatakan, definisi HAM yang disampaikan AS sangat sempit, hanya mengedepankan hak sipil dan poltik namun mengesampingkan hak-hak yang bersifat sosial, ekonomi, dan kebudayaan. "Di dalam negeri AS sendiri, masih ada orang yang tidak punya tempat tinggal dan diskriminasi rasial di berbagai kota besar di AS," jelas Marty mencontohkan.Di samping itu, lanjut Marty, berbagai organisasi yang menangani masalah HAM mencatat bahwa rekor AS sangat buruk. Dia menambahkan, dalam mengatasi ancaman terorisme, pemerintah negara Paman Sam itu tidak jarang melanggar hak dan kebabasan warga sipil dari para tertuduh. Dia mencontohkan, masalah orang-orang yang ditahan di Guantanamo tanpa batas waktu dan proses hukum yang jelas itu merupakan pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa 1949. Selain itu, masalah serangan AS ke Afghanistan dan Irak. "Ini bukan kata Indoneisa, tapi faktanya demikian dan perlu kita sadari," tegas Marty. Marty memperkirakan, pembuatan laporan ini terkait dengan sidang Komisi HAM PBB yang akan dimulai 15 Maret mendatang. Hal ini, kata dia, akan semakin memperkaya perdebatan dalam sidang tersebut. Dia menilai, laporan tersebut kemungkinan hanya akan menarik perhatian dalam waktu 1-2 hari. "Setelah itu akan ditaruh di dalam laci atau tempat lain,? lanjut Marty. Dia memperkirakan, laporan yang dibuat tahun ini smaa dengan yang dibuat tahun 1996.Marty mengakui, walapun sudah ada perubahan semenjak bergulirnya reformasi, tahun 1998, namun masih ada kekurangan-kekurangan dalam penegakkan HAM di Indonesia. "Indonesia bukan seperti yang dulu, namun bukan berarti sempurna dalam penegakkan HAM," tambah dia. Dia menyarankan, agar AS tidak membuat suatu penilaian yang terburu-buru sifatnya apabila tidak memahami situasi dan kondisi negara yang bersangkutan. Dia merasa yakin, laporan ini tidak akan memperburuk citra Indonesia di masyarakat internasional. "Tidak ada efeknya karena laporan itu tidak ada nilainya," tegas dia kembali. Marty yakin sikap resmi pemerintah ini tidak akan memberikan dampak negatif terhadap hubungan bilateral dengan AS yang sifatnya sangat multidimensional. "Jangan ditafsirkan bahwa ada rasa tidak bersahabat kepada AS," tegas dia. Dia menegaskan, hubungan AS-Indonesia sangat penting. Dia memandang, permasalahan di antara kedua negara timbul ketika AS memilih untuk memunculkan satu aspek dari hubungan itu dengan cara-cara yang sangat keliru.
Faisal - Tempo News Room