TEMPO.CO, Jakarta- Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti mengatakan pengesahan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial tidak akan berdampak signifikan. Justru kehadiran UU baru ini rawan menimbulkan konflik dan pelanggaran. "Urgensi UU PKS ini tidak ada. Seharusnya ada UU lain yang diperbaiki dan digunakan," ujar Poengky saat dihubungi, Selasa, 17 April 2012.
Menurut Poengky, lembaganya menilai kehadiran undang-undang baru ini justru melemahkan reformasi kepolisian dan TNI. Hal ini karena UU yang disahkan dalam rapat paripurna DPR, Rabu, pekan lalu ini memberi ruang pada militer untuk terlibat dalam mengamankan situasi konflik. Padahal dalam paradigma negara dan konstitusi, TNI berperan dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional.
Pelibatan TNI dalam menyelesaikan konflik di tengah masyarakat kata Poengky sama saja dengan menarik TNI dari barak dan kembali berada di tengah masyarakat. "Ini bahaya, sama kembali pada zaman sebelum reformasi."
Penanganan konflik sosial seharusnya hanya menjadi wilayah kepolisian. Alasannya polisi yang bertugas menjaga ketertiban dan ketenteraman di masyarakat. Polisi juga memiliki prosedur dalam mengatasi konflik horizontal.
Undang-Undang ini juga dinilai multi tafsir dalam mengartikan konflik. Imparsial juga mengkritisi penetapan status konflik di suatu daerah yang bisa dilakukan oleh Kepala Daerah. Padahal dalam Undang-Undang Darurat Militer dan pasal 12 UU 1945 disebutkan keadaan bahaya ditentukan oleh presiden.
Memberi kewenangan kepada kepala daerah untuk menetapkan status konflik menurut Poengky jelas melanggar konstitusi. Hal ini juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah. Bahkan bisa digunakan alat bagi kepala daerah mengamankan kepentingan politik. "Ini justru menimbulkan konflik yang lebih luas."
Banyaknya bolong dalam UU ini kata Poengky menyebabkan Undang-Undang tak layak diteruskan. Kalau memang Undang-Undang yang ada dinilai belum berhasil menyelesaikan konflik yang ada, pemerintah dan DPR seharusnya memprioritaskan revisi UU tersebut. Misalnya revisi Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Jika DPR menilai penting penggunaan kekuatan militer untuk menyelesaikan konflik, DPR juga bisa memprioritaskan perumusan UU Tugas Perbantuan yang sudah lama terbengkalai. "Bukan malah main comot sana comot sini yang justru bertabrakan dengan UU uang ada."
Selama ini kata Poengky, lambatnya penyelesaian konflik bukan disebabkan lemahnya UU yang ada. Yang tidak bagus hanya pada pelaksanaan dan aturan di bawahnya. "Maka yang dilakukan seharusnya harmoninasi UU dengan peraturan di bawahnya bukan membuat UU baru."
Imparsial bersama beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil, lanjut Poengky saat ini tengah merampungkan uji materi yang akan diajukan ke MK antara bulan Mei-Juni mendatang. Uji Materi akan disampaikan terhadap UU PKS secara keseluruhan. "Jadi kami uji materi undang-undangnya bukan pasal demi pasal karena jelas tidak ada urgensinya." Selain karena masih menyiapkan materi uji materi, pengajuan juga menunggu penomoran UU oleh pemerintah.
IRA GUSLINA SUFA
Berita terkait
DPR: Silakan Uji Materi UU Konflik Sosial
17 April 2012
"Berpotensi melanggar HAM dan demokrasi."
Baca SelengkapnyaUU Penanganan Konflik Sosial Segera Digugat
17 April 2012
"Sekarang kami sedang menyusun strategi dan legal draf."
Baca SelengkapnyaBuntut Penutupan Jalan, Marinir Ajak Dialog Warga Pasuruan
1 Oktober 2011
Instalasi militer merupakan kawasan terbatas.
Baca SelengkapnyaBesok, Seribuan Warga Sumberanyar Demo Menolak Tempat Latihan Marinir
2 November 2008
Sekitar 1.500 warga Desa Sumberanyar, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, berencana berdemonstrasi menentang rencana pembangunan Markas Komando Latihan Marinir di desa mereka pada Senin (3/11).
Baca SelengkapnyaTim Pembela: Tindakan 13 Marinir Mendukung Citra TNI
29 Juli 2008
Tim Pembela Hukum 13 personel Marinir terdakwa penembakan 14 warga Desa Alastlogo, Grati, Pasuruan, menilai tindakan 13 Marinir dalam kasus itu mendukung citra Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan bertindak cepat walaupun terdapat korban.
Baca SelengkapnyaSerpihan Peluru di Tubuh Korban Marinir Tidak Diambil
22 Juni 2007
Sejumlah serpihan logam proyektil itu masih bersarang di bagian panggul Erwanto. Serpihan itu juga menyebar dan bersarang di pembuluh dan urat syaraf. Jika dipaksa diambil, pembuluh darah bisa pecah atau urat syaraf yang terpotong. Akibatnya akan terjadi pendarahan hebat.
Baca SelengkapnyaUji Balistik Kasus Alastlogo Belum Bisa Dilaksanakan
19 Juni 2007
"Administrasi penyidikan yang diminta Laboratorium Forensik Polri itu banyak," ujar Komandan Polisi Militer TNI-AL Lantamal V Surabaya, Kolonel Laut (PM) Totok Budi Susanto.
Baca SelengkapnyaKasus Pasuruan Bisa Jadi Perhatian Internasional
13 Juni 2007
Kasus Pasuruan akan menjadi perhatian dunia internasisonal jika tidak diselesaikan secara transparan. "Karena kasus ini bisa dibawa ke isu pelanggaran hak azasi manusia," kata politikus dari PDI Perjuangan Sutradara Gintings.
Baca SelengkapnyaKomandan Korps Marinir Diganti
5 Juni 2007
Serah terima akan dilangsungkan pada Rabu (7/6) pukul 09.00 WIB di Lapangan Apel Kestarian Marinir Cilandak, Jakarta Selatan.
Baca SelengkapnyaZaenal Maarif Usulkan Hak Angket Terkait Kasus Pasuruan
3 Juni 2007
Karena ada dugaan dalam kasus itu, TNI telah menjadi alat atau bagian dari perusahaan swasta tersebut.
Baca Selengkapnya