TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah kerabat Puro Pakualaman yang tergabung dalam Trah Hudyana marah terhadap aksi pengukuhan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Anglingkusumo sebagai Paku Alam IX. Sebanyak 10 sentono (kerabat) Puro Pakualaman berkumpul di Yogyakarta, Senin, 16 April 2012 dari pagi hingga siang untuk membahas pengukuhan yang mereka nilai sepihak. “Kami menolak pengukuhan itu dan akan siapkan sanksi,” kata KPH Tjondrokusumo, Pengageng Kewedanaan.
KPH Anglingkusumo dinobatkan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam IX oleh Masyarakat Adikarto Kulonprogo dan Masyarakat Hukum Adat Sabang-Merauke di Pendapa Pantai Glagah, Kulonprogo, Ahad pekan lalu. Padahal, saat ini sudah ada KGPAA Paku Alam IX yang kini juga menjabat sebagai Wakil Gubernur DIY.
Tjondrokusumo mengatakan, pengukuhan itu merendahkan martabat Kadipaten Pakualam karena dilakukan tanpa proses jelas, tak diketahui kerabat Pakualaman, dan hanya sambil lalu. “Padahal, jabatan adipati itu jabatan terhormat, kok, seenaknya saja pengukuhan,” kata dia. Selain itu, ujarnya, pengangkatan seorang Adipati berdasarkan peraturan internal Puro (paugeran). Menurut dia, berdasarkan paugeran itulah, Puro Pakualam hanya mengakui Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Ambarkusumo selaku KGPAA Paku Alam IX yang dilantik pada 26 Mei 1999.
Pengukuhan KPH Anglingkusumo sebagai Paku Alam IX juga dinilai sebagai tindakan yang tak berkeadaban. “Kalau makar dengan raja di zaman dulu langsung dieksekusi mati,” ujar KPH Jurunartani. Tapi, katanya, sekarang kondisinya lain. “Jadi, kami siapkan sanksi yang tepat.” Dua pekan lagi akan umumkan sanksi untuk Anglingkusumo.
Menanggapi ancaman sanksi itu, Anglingkusumo tak gentar. “Silahkan saja beri sanksi. Ini kehendak rakyat, kok,” kata dia. Menurut Angling, mestinya ditanyakan kepada masyarakat, kenapa memilih dia. “Saya, kan, hanya orang yang diberi tanggung jawab untuk menjadi Adipati Pakualaman.”
Angling menjelaskan, dia sebenarnya tak tahu akan ada proses pengukuhan dirinya pada acara peringatan Sedekah Bumi dan Peringatan 102 Tahun PA VIII (10 April 1910-10 April 2012) dan Menyongsong Dua Abad Kadipaten Pakulaman 18 Maret 1813. “Kok, tiba-tiba ada acara itu, ya, itu mukjizat bagi saya,” katanya.
KPH Ambarkusumo adalah putra tertua almarhum Pakualam VIII dari istri pertama KRAy Purnamaingrum, sedangkan KPH Anglingkusumo adalah putra dari istri kedua Pakualam VIII, KRAy Ratnaningrum. Menurut Anglingkusumo, penobatan Ambarkusumo sebagai PA IX menyalahi aturan karena lima dari putra PA VIII (dari istri kedua) masih menyatakan tak setuju. Maka penobatan itu bertentangan dengan surat PA VIII yang menyetujui RR Suratmi dari Keraton Surakarta sebagai istri tertua PA VIII. Sehingga, ujarnya, perhitungan tertua dilakukan dari trah Angling meskipun usia Ambarkusumo lebih tua. “Tapi surat itu kan tak pernah ditanggapi?” kata Angling.
Sebaliknya kubu Ambarkusumo meyakini perintah lewat surat itu hanya rekayasa Angling. “Mana buktinya? Enggak ada sampai saat ini,” kata kerabat Pakualaman KPH Kusumoparastho.
PRIBADI WICAKSONO
Berita terkait
Cerita dari Kampung Arab Kini
11 hari lalu
Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.
Baca SelengkapnyaBegini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X
14 hari lalu
Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi
Baca SelengkapnyaKisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum
30 hari lalu
Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.
Baca SelengkapnyaMenengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta
50 hari lalu
Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755
Baca SelengkapnyaNyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada
52 hari lalu
Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.
Baca SelengkapnyaDI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah
55 hari lalu
Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram
Baca SelengkapnyaKetua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan
59 hari lalu
Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.
Baca SelengkapnyaSultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai
14 Februari 2024
Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.
Baca SelengkapnyaBadai Tropis Anggrek Gempur Gunungkidul, Ada 27 Kerusakan
20 Januari 2024
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mencatat 27 kejadian kerusakan dampak Badai Tropis Anggrek yang terdeteksi di Samudera Hindia.
Baca SelengkapnyaTahun Ini Usia Cirebon Lebih Muda, Apa Sebabnya?
9 Januari 2024
Melalui hasil rapat panitia khusus disepakati ulang tahun Cirebon jatuh pada 1 Muharram 849 Hijriah
Baca Selengkapnya