TEMPO.CO, Jakarta - Warga negara Malaysia, Lai Kee Lim alias Mulyadi Sugiharto, diancam hukuman pidana penjara lima tahun dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur hari ini karena memalsukan identitas. Dalam persidangan, Lai diduga melanggar Pasal 126 huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
“Memasuki tahapan persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi," kata Kepala Bagian Humas Direktorat Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Maryoto Sumadi, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2012.
Maryoto menyatakan, Lai diduga secara sengaja memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh dokumen perjalanan Indonesia. Selain terancam hukuman penjara, Lai juga diancam denda paling banyak Rp 500 juta.
Sebelumnya, pada Desember 2011, Lai mengajukan permohonan paspor Indonesia di Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Timur. Dalam pengajuannya ini, ia melampirkan KTP dan Kartu Keluarga WNI, serta ijazah yang didapatkan dari salah satu perguruan tinggi swasta di Indonesia atas nama Mulyadi Sugiharto. Kecurigaan petugas muncul ketika Lai kembali ke Kantor Imigrasi untuk melakukan pembayaran, foto, dan wawancara.
Pada saat wawancara, petugas menemukan kecurigaan, Lai bukan WNI sebagaimana yang diakuinya. Identitas Lai terungkap ketika petugas Imigrasi berkoordinasi dengan pimpinan di Seksi Lalulintas Keimigrasian dan Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian.
Petugas menemukan Mulyadi adalah Lai Lee Kim yang lahir tahun 1967 di Serawak, Malaysia. Ia adalah pemegang paspor Malaysia yang diterbitkan di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta dan berlaku sampai dengan 16 Maret 2016. Lai hanya memiliki kartu izin tinggal terbatas yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Utara dan berlaku sampai dengan 08 Agustus 2012. "Ia tercatat dengan jabatan sebagai marketing manager di sebuah perusahaan swasta," kata Maryoto.
FRANSISCO ROSARIANS
Berita terkait
Tak Sembarang Perkara Pidana Bisa Menggunakan Restorative Justice
1 Oktober 2022
Walau tergolong produk hukum yang baru di Indonesia, restorative justice telah diterapkan dalam beberapa perkara pidana
Baca SelengkapnyaInovasi Ini, Bantu Masyarakat Lebih Melek Hukum
11 Oktober 2017
Lawble, merupakan inovasi pada aplikasi teknologi hukum digital yang bertujuan membantu masyarakat Inonesia lebih paham hukum.
Baca SelengkapnyaKapolda Iriawan: Kasus Antasari Azhar Sudah Inkrah
15 Februari 2017
Kapolda Metro Iriawan mengatakan sudah beberapa kali mempertanyakan barang bukti berupa telepon genggam, namun hal itu tak bisa ditunjukkan Antasari.
Baca SelengkapnyaPekan Depan, Draf Kebijakan Hukum Dipaparkan ke Presiden
5 Oktober 2016
Nantinya, paket kebijakan hukum itu dapat berupa revisi undang-undang, pembentukan badan hukum, atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Baca SelengkapnyaJokowi: Kalau Terima Revisi PP Remisi, Saya Kembalikan
22 September 2016
"Saya belum tahu detail isinya, tapi sudah saya jawab, kembalikan saja," ujar Presiden sambil tertawa.
Baca SelengkapnyaTiga Sebab Penegakan Hukum Indonesia Menurun Versi Muladi
28 Mei 2016
Mantan Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional Muladi menilai penegakan hukum di Indonesia sangat menyedihkan.
Baca SelengkapnyaSoal Usia Nikah Perempuan, Hakim Maria Dissenting Opinion
18 Juni 2015
Undang-Undang Perkawinan dinilai tak relevan. Memunculkan masalah hukum, kesehatan, dan psikologis.
Baca SelengkapnyaIni Terobosan Kabupaten Purwakarta: Bentuk Mahkamah Adat
12 Juni 2015
Ada lima desa yang tahun ini menerapkan mekanisme restorative justice, atau peradilan yang memulihkan, dengan prinsip dasar mediasi.
TNI Masuk Penegak Hukum, Jaksa Agung : Lihat UU Saja
14 Mei 2015
Anggota TNI yang masuk ke KPK harus pensiun dari TNI.
Baca SelengkapnyaEfek Putusan MK, KPK Tambah Anggota Biro Hukum
29 April 2015
Saat ini KPK hanya mempunyai sebelas anggota biro hukum. Jumlah ini dinilai jauh dari ideal.
Baca Selengkapnya