TEMPO Interaktif, Jayapura - Ratusan warga Papua yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat kembali berunjuk rasa menuntut referendum di Abepura, Jayapura, Sabtu, 10 Desember 2011.
Unjuk rasa tersebut dikawal puluhan anggota kepolisian Jayapura. “Kami menuntut segera digelar referendum. Kalau SBY menginginkan dialog dengan kami, tidak akan kami terima,” kata Mako Tabuni, Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB), kepada Tempo.
Ia meminta hak rakyat bangsa Papua dikembalikan. Jika selama ini terjadi kekerasan berlebihan terhadap orang Papua, sepatutnya itu diselesaikan lewat mekanisme internasional. “Kami ingin Papua mendapat kembali kebebasannya. Hak kami telah dirampas, kami ingin segera ada referendum,” ujarnya.
Koordinator Umum Organisasi Papua Merdeka, Lambert Pekikir, menegaskan referendum menjadi mutlak digelar di Papua. “Masalah Papua sudah menjadi persoalan internasional. Jalan keluarnya adalah lewat mekanisme internasional dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pihak penengah. Masalah Papua bukan cara penyelesaiannya lewat dialog,” kata Pekikir.
Unjuk rasa kali ini diwarnai simbol bendera Bintang Kejora yang digambar pada sejumlah kertas berukuran kecil. Anggota Komite meneriakan 'Papua' dan disambut dengan kata 'Merdeka'. Usai berorasi di Abepura, ratusan pendemo dengan menggunakan belasan truk menuju Jayapura untuk menyampaikan aspirasinya di gedung DPR Papua.
Dari pantauan Tempo di Abepura, akibat unjuk rasa, lalu lintas dari arah Sentani Jayapura atau sebaliknya macet total kurang lebih satu jam.
Sebelumnya, permintaan referendum juga disuarakan ketika ribuan warga memperingati Hari Kemerdekaan Negara Papua Barat 1 Desember 2011 lalu di lapangan makam Theys Eluay di Sentani, Kabupaten Jayapura.
Warga membawa spanduk yang bertuliskan "Segera mengalihkan kekuasaan pemerintahan dari NKRI ke negara federal Papua Barat". Mereka juga membawa bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa dan melakukan renungan.
Ketua Umum Persekutuan Gereja Baptis Papua, Socratez Sofyan Yoman, mengatakan pendekatan kesejahteraan bukan jalan keluar atas problem Papua saat ini. “Masalah Papua adalah persoalan internasional, bukan di mana pemerintah memberikan kesejahteraan yang layak pada kami,” kata Socratez.
Ia memandang tarik-menarik antara Jakarta dan Papua tidak akan memberi peluang atas penyelesaian masalah Papua. “Kalau Jakarta bilang NKRI harga mati atau Papua bilang 'Merdeka' harga mati, ya tidak akan menemukan jalan keluar,” kata dia.
JERRY OMONA
Berita terkait
Mabes Polri Belum Usut Penyebar Kabar Bohong Tolikara
25 April 2016
Kepolisian mengungkapkan kerusuhan di Tolikara Papua merupakan kabar bohong.
Baca SelengkapnyaPolri Bantah Ada Kerusuhan di Tolikara
25 April 2016
Polri mengakui ada seorang pegawai Dinas Kependudukan yang meninggal.
Baca SelengkapnyaTolikara Rusuh Lagi, 1 Tewas 95 Rumah Dibakar
24 April 2016
Konflik Tolikara ini sudah terjadi sejak 9 April 2016 dan berlangsung hingga hari
ini.
Rusuh Tolikara, Hasil Uji Balistik: Bukan Peluru Polisi
8 September 2015
Selain melakukan uji balistik, Polda Papua juga sudah menggelar sidang pelanggaran disiplin terhadap personel Polres Tolikara.
Baca SelengkapnyaJokowi Minta Pelaku Kerusuhan di Tolikara Diproses Hukum
11 Agustus 2015
Jokowi minta agar pelaku, aktor, maupun aparat yang salah prosedur penanganannya harus diperiksa dalam kasus Tolikara.
Baca SelengkapnyaPresiden GIDI Minta Penyidikan Kasus Tolikara Dihentikan
11 Agustus 2015
Presiden GIDI minta Kapolda Papua menyerahkan proses penyelesaian masalah tersangka kepada gereja dan umat muslim Tolikara.
Baca SelengkapnyaKomnas HAM: Temukan Aparat yang Menembak Warga Tolikara
10 Agustus 2015
Komnas HAM mendesak Menkopolhukam agar memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI mengusut penembakan Tolikara.
Baca SelengkapnyaRusuh Tolikara, Komnas HAM Temukan 4 Pelanggaran
10 Agustus 2015
Komnas HAM menemukan empat indikasi pelanggaran HAM pada kerusuhan di Tolikara.
Baca SelengkapnyaHasil Investigasi Tolikara, Komnas: Ada 4 Pelanggaran HAM
10 Agustus 2015
Pemerintah memastikan kerusuhan di Kabupaten Tolikara, Papua, tidak dipicu oleh isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca SelengkapnyaTolikara Pulih, Begini Proses Pembangunan Musala dan Ruki
10 Agustus 2015
Pembangunan 85 ruki dan musalah untuk menggantikan ruki dan musalah yang terbakar saat amuk massa pada 17 Juli lalu.
Baca Selengkapnya