Menembak putra bungsu Soeharto itu menurut Meliala bukan sesuatu yang penting. Upaya itu hanya kelanjutan dari pilihan polisi akibat kegagalan-kegagalan dalam menangkap Tommy. “Kalau gagal satu cara, bagaimana cara lainnya,”papar dia. Diakui Meliala, kepolisian selama ini bekerja keras dengan melakukan razia, sweeping, bahkan pelacakan dengan teknologi, ”Tapi selalu gagal.”
Staf pengajar jurusan kriminologi fisip UI ini khawatir polisi akan gagal membekuk Tommy. Sebab menurut dia, banyak “tembok yang bisa mendengar”. ”Mungkin ada oknum atau organisasi yang akan menggagalkan upaya itu,”kata dia. Dalam kasus ini, lanjut Meliala, polri mempertaruhkan integritasnya sehingga perlu kerja ekstra keras untuk mengusut keberadaan pria yang diduga otak pelaku pembunuh Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita.
Dalam kategori pertempuran, kata Meliala, tidak ada istilah tembak ditempat. Kecuali, jika sasaran yang hendak ditembak itu melakukan suatu perlawanan yang mematikan. Menurut dia, polri sebagai penegak hukum tentunya bekerja sesuai prosedur dan tunduk pada undang-undang. Justru Tommy harus ditangkap hidup-hidup agar bisa nyanyi,”tegas dia.
Meliala menduga, kebijakan tembak ditempat karena ada pihak yang ingin melihat Tommy mati. Karena bagaimanapun, lanjut dia, sosok tersebut merupakan kunci yang banyak mengetahui kejadian-kejadian menggemparkan terakhir ini. Ultimatum polri yang menyatakan jika 3X24 jam Tommy tidak ditemukan maka akan ada upaya tegas, kata Meliala, adalah upaya polisi untuk melegitimasi menembak mati Tommy.
Dia juga mengatakan, saat ini masyarakat mempercayai polri untuk menangkap Tommy .”Momentum ini harus dijaga,”kata Meliala. Dia khawatir, jika upaya penangkapan Tommy berjalan lambat dan berlarut-larut, opini publik akan berubah.”Jangan-jangan ada deal (kompormi) antara polisi dan Tommy,” ujar dia. Namun, jika polisi berhasil penangkap suami Tata itu alam jangka waktu yang singkat, publik akan merespon dengan luar biasa.” Tapi jangan sampai harapan besar itu, malah polri gegabah, gampang main tembak,” kata Meliala. (Hilman Hilmansyah)