Uji Materi UU Mahkamah Konstitusi Dikabulkan Sebagian  

Reporter

Editor

Selasa, 18 Oktober 2011 15:28 WIB

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD (kedua kanan) saat pada sidang pleno amar putusan uji materi UU Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket DPR di Jakarta, (31/1). ANTARA/Widodo S. Jusuf

TEMPO Interaktif, Jakarta - Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan uji materi atas Undang-Undang No.8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No.24 Tahun 2003 tentang MK yang diajukan sejumlah akademisi.

"Mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Hakim Konstitusi Mahfud Md. dalam sidang pembacaan putusan di MK, Selasa, 18 Oktober 2011.

Pasal 4 ayat f, ayat g, dan ayat h, Pasal 10, Pasal 15 ayat 2 huruf h, sepanjang frasa "dan/atau pernah menjadi pejabat negara", Pasal 26 ayat 5, Pasal 27A ayat 2 huruf c, d, dan e, ayat 3, 4, 5, dan 6, Pasal 50 A, Pasal 59 ayat 2, Pasal 87 UU MK dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Gugatan diajukan pada 29 Juli 2011 oleh sejumlah orang, di antaranya Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Saldi Isra, Yuliandri, Arief Hidayat, Zainal Daulay, Zainal Arifin Mochtar, Moh Ali Syafa'at, Fatmawati, didampingi aktivis LSM Nurcholis, Febri Diansyah, dan Wahyudi Jafar.

Saldi dkk mengajukan gugatan karena merasa ada yang mengganjal dalam UU MK yang bisa merugikan institusi tersebut. Antara lain, soal Majelis Kehormatan Hakim, larangan menggunakan UU lain sebagai pertimbangan dalam menguji UU, pergantian antarwaktu hakim konstitusi, syarat menjadi hakim MK, dan dihilangkannya proses ultrapetita.

Ultrapetita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau memutus melebihi yang diminta. Penghilangan ultra petita dinilai penggugat akan merugikan MK. Seharusnya, menurut penggugat, kewenangan tersebut diterima sebagai bagian kewenangan MK sehingga bisa memutus perkara lebih adil.

Berbeda dengan peradilan perdata, hukum acara di MK tidak mengatur ultrapetita. MK dalam putusan pengujian konstitusionalitas UU beberapa kali memutus melebihi permohonan. Alasannya, praktek ultrapetita lazim bagi MK diberlakukan di negara dan perkembangan yurisprudensi pengadilan perdata mengizinkan ultrapetita.

Hakim konstitusi menilai, ultrapetita tak mengapa diberlakukan lantaran hakim tidak seharusnya diikat di kotak pemohon yang dibuat berdasar kepentingan pribadi. "Hakim seharusnya lebih mengawal konstitusi, tidak sekadar kepentingan pribadi," ujar hakim Akil Mochtar.

Adapun mengenai Majelis Kehormatan Hakim, Saldi dkk menggugat keanggotaan MKH selama ini yang dinilai bisa menyulitkan MK karena ada anggotanya yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah.

Dalam putusannya, hakim menyatakan keanggotaan MKH dari unsur tersebut tidak memberi jaminan kemandirian karena ada kemungkinan orang yang mengisi keanggotaan MKH sarat kepentingan sektoral. Oleh karena itu, untuk menjaga independensinya, Mahkamah perlu menyusun kode etik dan pedoman perilaku.

Dalam amar putusannya, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelfa mengatakan, Mahkamah sebenarnya sadar pengujian pasal-pasal perkara ini berpotensi menimbulkan keraguan publik akan independensi MK, sebab yang sedang diuji adalah aturan soal institusi mereka sendiri. Meski begitu, menurut Hamdan dkk, pihaknya bisa memutus perkara secara independen.

"MK memahami keterkaitan MK dengan UU yang dimohon untuk diuji materi. Tapi ada tiga hal yang membuat MK tetap memutus perkara ini, yakni tidak ada forum lain yang bisa mengadili, MK tidak boleh menolak perkara, dan kasus ini merupakan kepentingan konstitusional, bukan kepentingan MK," ujarnya.

Dalam putusan ini, terjadi perbedaan pendapat atau dissenting opinion oleh hakim Harjono. Ia menilai, seharusnya Mahkamah sangat hati-hati dalam memutuskan karena ditakutkan membuat keputusan tidak adil dan tidak jujur memutus untuk kepentingan institusi sendiri.

Harjono juga berpendapat Pasal 50 UU MK seharusnya dikesampingkan Mahkamah tanpa menunggu adanya perkara yang diajukan pihak luar dengan dasar menegakkan konstitusi dan menjamin hak pencari keadilan.

Selain itu, Harjono menilai hakim konstitusi seharusnya mempertimbangkan legal standing para pemohon untuk menguji Pasal 87 huruf b UU MK karena pasal tersebut berkaitan dengan pemberhentian hakim MK. Menurut dia, dalam hal ini tak jelas apa kerugian konstitusional pemohon.

Salah satu pemohon, Wahyudi Djafar, mengaku puas dengan dikabulkannya 16 dari 17 klausa dalam 10 pasal yang digugat pihaknya. Meski, Pasal 15 ayat 2 huruf d UU MK tentang batasan usia hakim ditolak. "Soal umur hakim MK memang ditolak, meski frasa 'pernah menjabat penyelenggara negara' diterima. Soal ultrapetita dll juga diterima," kata dia, usai sidang.

ISMA SAVITRI

Berita terkait

13 Gugatan Sengketa Suara dengan Partai Garuda Tidak Diterima MK, PPP Gagal Penuhi Parliamentary Threshold

4 jam lalu

13 Gugatan Sengketa Suara dengan Partai Garuda Tidak Diterima MK, PPP Gagal Penuhi Parliamentary Threshold

PPP mengajukan gugatan sengketa suara yang salah perhitungan dengan Partai Garuda di banyak dapil. Tak bisa penuhi parliamentary threshold di DPR.

Baca Selengkapnya

Gugatan PPP Soal 5.611 Suara di Sumbar Berpindah ke Partai Garuda Tidak Diterima MK

4 jam lalu

Gugatan PPP Soal 5.611 Suara di Sumbar Berpindah ke Partai Garuda Tidak Diterima MK

PPP mengajukan gugatan soal 5.611 suara mereka di Sumatera Barat berpindah ke Partai Garuda. KPU menilai gugatan itu tidak jelas dan kabur.

Baca Selengkapnya

PPP Gugat Sengketa Pileg DPR di Lampung, MK Putuskan Tidak Diterima

8 jam lalu

PPP Gugat Sengketa Pileg DPR di Lampung, MK Putuskan Tidak Diterima

Majelis hakim konstitusi menilai ada ketidakjelasan dalam permohonan PPP.

Baca Selengkapnya

MK Putuskan Gugatan Sengketa Pileg PPP di Banten Tidak Diterima

10 jam lalu

MK Putuskan Gugatan Sengketa Pileg PPP di Banten Tidak Diterima

MK memutuskan permohonan Partai Persatuan Pembangunan alias PPP dalam sengketa pileg DPR RI di Banten dan DPRD Kota Tangerang tidak diterima.

Baca Selengkapnya

Gugatan PPP di Dapil Aceh II Tak Diterima, MK Sebut Permohonan Kabur

10 jam lalu

Gugatan PPP di Dapil Aceh II Tak Diterima, MK Sebut Permohonan Kabur

MK memutuskan permohonan PPP dalam sengketa pileg DPR RI di dapil Aceh II tidak dapat diterima karena kabur alias tidak jelas.

Baca Selengkapnya

Kata PPP Soal Sejumlah Gugatan Sengketa Pileg yang Tak Diterima MK

12 jam lalu

Kata PPP Soal Sejumlah Gugatan Sengketa Pileg yang Tak Diterima MK

PPP merespons soal MK yang tidak menerima sejumlah permohonan sengketa pileg mereka.

Baca Selengkapnya

MK Putuskan Gugatan PPP soal Perpindahan Suara ke Garuda di Kaltim Tidak Diterima

12 jam lalu

MK Putuskan Gugatan PPP soal Perpindahan Suara ke Garuda di Kaltim Tidak Diterima

MK memutuskan permohonan PPP dalam sengketa pileg DPR RI di dapil Kalimantan Timur tidak dapat diterima. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

MK Nyatakan Permohonan PPP di Dapil Papua Tengah Tak Dapat Diterima

15 jam lalu

MK Nyatakan Permohonan PPP di Dapil Papua Tengah Tak Dapat Diterima

MK menyatakan permohonan PPP dalam sengketa pileg DPR RI di dapil Papua Tengah tidak dapat diterima. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

MK Sebut Gugatan PKB di Sengketa Pileg DPR Dapil Aceh I Cacat Formil

16 jam lalu

MK Sebut Gugatan PKB di Sengketa Pileg DPR Dapil Aceh I Cacat Formil

Hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih, menjelaskan MK mempertimbangkan eksepsi KPU karena PKB dalam permohonannya tidak melampirkan bukti.

Baca Selengkapnya

MK Bacakan Putusan Dismissal, Gugatan Sengketa Pileg Mulai Berguguran Hari Ini

17 jam lalu

MK Bacakan Putusan Dismissal, Gugatan Sengketa Pileg Mulai Berguguran Hari Ini

Bacaan putusan dismissal hingga siang ini, MK sudah menolak mengabulkan permohonan sengketa Pileg dari PDIP dan PPP.

Baca Selengkapnya