Ini Pertimbangan Hakim Membebaskan Mochtar  

Reporter

Editor

Rabu, 12 Oktober 2011 07:36 WIB

Mochtar Mochammad. TEMPO/Aditya Herlambang Putra

TEMPO Interaktif, Bandung - Pengadilan Tipikor Negeri Bandung kembali bikin heboh. Majelis hakim lembaga di bawah naungan Pengadilan Negeri Bandung ini membebaskan terdakwa kasus korupsi, Wali Kota Bekasi nonaktif Mochtar Mohamad, dalam sidang pembacaan putusan, Selasa, 11 Oktober 2011.

Majelis hakim pimpinan hakim Azharyadi dengan anggota hakim Eka Saharta dan hakim adhoc Ramlan Comel menyatakan Mochtar tak terbukti terlibat dalam empat kasus korupsi yang didakwakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

Mochtar dinyatakan tak terbukti korupsi dana audiensi dan dialog Wali Kota dengan masyarakat APBD 2009, menyogok anggota DPRD dan terhadap auditor BPK Jawa Barat. Juga dalam kasus permufakatan jahat menyuap tim penilai Adipura.

Majelis memutuskan pertama, menyatakan terdakwa tak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi seperti diatur Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 ayat (1), Pasal 12 huruf e ataupun Pasal 13 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Kedua, memutuskan membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan jaksa penuntut umum. Dan ketiga, memutuskan memulihkan harkat dan martabat terdakwa," ujar Azharyadi saat membacakan vonis atas Mochtar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa, 11 Oktober 2011.

Dalam amar putusannya, majelis hakim banyak merujuk keterangan beberapa saksi, termasuk saksi ahli. Juga sejumlah teori dari para ahli hukum.

Untuk kasus dana audiensi dan dialog dengan masyarakat, misalnya, majelis merujuk keterangan beberapa saksi dan barang bukti berupa foto-foto kegiatan untuk menyatakan bahwa kegiatan audiensi dan pengajian memang dilakukan oleh Mochtar.

Tentang administrasi kegiatan tersebut, hakim Ramlan Comel mengutip keterangan beberapa saksi dari bagian umum yang menyatakan bahwa memo jadwal kegiatan Wali Kota dibuat hanya atas keterangan dari staf bagian protokol, Dinar Faisal Badar.

Masih merujuk keterangan saksi dan ahli, ketua majelis Azharyadi menambahkan, bahwa tindakan Mochtar melakukan pinjaman pribadi ke Bank Jabar, Bekasi, untuk mendanai kegiatannya, merupakan diskresi sebagai Wali Kota.

Tindakan Mochtar meminjam uang ke bank tersebut dan menerima duit APBD untuk membayar pinjaman tersebut tidak melawan hukum. "Terdakwa tidak bisa dipersalahkan seperti didakwakan jaksa karena kegiatan audiensi/dialog memang telah dilaksanakan. Unsur melawan hukum tidak terbukti," kata Azharyadi.

Hakim juga menyatakan tak terbukti atas dakwaan jaksa bahwa Mochtar telah memerintahkan anak buahnya untuk menyogok para anggota DPRD Kota Bekasi melalui anggota Dewan bernama Liliek Haryoso demi memperlancar pengesahan APBD 2010.

Alasannya, keterangan adanya perintah suap itu hanya disampaikan satu saksi, yakni mantan Sekretaris Daerah, Chandra Utama Efendi. Padahal saksi Liliek Haryoso sendiri membantah telah menerima duit satu koper senilai Rp 4,2 miliar dari Chandra.

Azharyadi pun menyatakan jika terkait adanya kesaksian yang bertentangan tersebut, pihaknya telah melakukan pertimbangan sendiri untuk kasus suap DPRD. Bahwa adanya kehendak dari terdakwa untuk mempercepat pengesahan APBD 2010 telah ditafsirkan sebagai perintah untuk mengumpulkan dana dari Satuan Kerja Perangkat Daerah.

"Sedangkan terdakwa sendiri tidak mengetahui adanya pengumpulan uang dari SKPD oleh Sekda. Dengan demikian, terdakwa tak bisa dikatakan melakukan tindak pidana," katanya.

Begitu pun dalam kasus suap kepada para auditor Badan Pemeriksa Keuangan Jawa Barat agar Kota Bekasi mendapatkan nilai laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian. Uang suap yang diminta dan dihimpun dari SKPD merupakan inisiatif saksi Heri Lukmantohari.

"Dan bukannya merupakan perintah terdakwa karena tak ada saksi yang menyatakan bahwa terdakwa telah memerintahkannya," kata Azharyadi.

Majelis juga menyatakan bahwa terdakwa Mochtar tak terbukti menyuap anggota tim penilai, Imelda Magdalena, agar Kota Bekasi bisa merebut Piala Adipura.

"Tidak ada saksi yang melihat dan mendengar bahwa terdakwa menyerahkan uang Rp 500 juta kepada saksi Imelda Magdalena. Sedangkan Imelda yang ditawari uang itu juga menolak menerimanya," kata Azharyadi.

Pantauan Tempo di ruang sidang, beberapa saat sebelum sidang, Azharyadi menyebutkan bahwa berkas putusan kasus Mochtar sebanyak 325 halaman. Ia pun lantas meminta saran para pihak untuk mempermudah dan mempersingkat waktu pembacaan putusan.

Atas persetujuan tim jaksa penuntut, majelis akhirnya tak lagi membacakan bagian surat dakwaan jaksa. Hakim juga sepakat dengan tim penasihat hukum untuk tak lagi membacakan keterangan 43 saksi secara lengkap.

ERICK P. HARDI

Berita terkait

Ketua Bamus Betawi Minta Anak Muda Betawi Teladani Haji Lulung

16 Desember 2022

Ketua Bamus Betawi Minta Anak Muda Betawi Teladani Haji Lulung

Ketua Bamus Betawi Riano P Ahmad menilai almarhum Haji Lulung sosok yang pemberani

Baca Selengkapnya

Terlibat Korupsi UPS, Anggota DPRD DKI dari Hanura Diganti

7 November 2017

Terlibat Korupsi UPS, Anggota DPRD DKI dari Hanura Diganti

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi memberhentikan Fahmi Zulfikar, anggota DPRD DKI yang terlibat korupsi UPS.

Baca Selengkapnya

Kasus UPS, Ahok Kembali Diperiksa Bareskrim  

21 Juni 2016

Kasus UPS, Ahok Kembali Diperiksa Bareskrim  

Penyidik mengkonfirmasi sistem pelaporan anggaran kasus UPS kepada Ahok.

Baca Selengkapnya

Korupsi UPS, Polisi Tahan Firmansyah, Mantan Anggota Dewan

9 Juni 2016

Korupsi UPS, Polisi Tahan Firmansyah, Mantan Anggota Dewan

Polisi tak mendapat sinyal keterlibatan Ahok dan Lulung dalam kasus ini.

Baca Selengkapnya

Kasus UPS, Badan Reserse dan Kriminal Panggil Lulung Lagi  

15 Maret 2016

Kasus UPS, Badan Reserse dan Kriminal Panggil Lulung Lagi  

Lulung menganggap kasus UPS sudah selesai.

Baca Selengkapnya

Alex Usman Divonis 6 Tahun, Ahok: Koruptor Harus Dimiskinkan  

11 Maret 2016

Alex Usman Divonis 6 Tahun, Ahok: Koruptor Harus Dimiskinkan  

Pelaku akan tertekan, begitu juga keluarga, hingga nanti pelaku dan semua turunannya menjadi stres.

Baca Selengkapnya

Korupsi UPS, Alex Usman Dituntut 7 Tahun Penjara

3 Maret 2016

Korupsi UPS, Alex Usman Dituntut 7 Tahun Penjara

Alex juga dituntut membayar denda pidana Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.

Baca Selengkapnya

Bareskrim Sita Berkas dari Ruang Kerja Ketua DPRD DKI

3 Maret 2016

Bareskrim Sita Berkas dari Ruang Kerja Ketua DPRD DKI

Selain melihat berkas, polisi juga membuka data mantan Ketua DPRD terdahulu

Baca Selengkapnya

Kasus UPS, Bareskrim Periksa Ruang Kerja Ketua DPRD DKI  

3 Maret 2016

Kasus UPS, Bareskrim Periksa Ruang Kerja Ketua DPRD DKI  

Prasetyo membenarkan bahwa pemeriksaan kali ini untuk menindaklanjuti kasus pengadaan uninterruptable power supply (UPS).

Baca Selengkapnya

Ruang Ferial Sofyan Ikut Digeledah Penyidik Bareskrim

3 Maret 2016

Ruang Ferial Sofyan Ikut Digeledah Penyidik Bareskrim

Penyidik masih mengumpulkan barang bukti terkait dengan kasus pengadaan uninterruptable power supply (UPS).

Baca Selengkapnya