RUU Intelijen Dinilai Masih Ancam Masyarakat Sipil

Reporter

Editor

Jumat, 30 September 2011 18:12 WIB

TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO Interaktif, Jakarta - Koalisi Advokasi Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara menilai Draf RUU Intelijen Negara yang telah disepakati semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat, masih menyisakan ruang multi tafsir dalam penerapannya. Pasal-pasal dalam draf tersebut juga dinilai masih mengancam kebebasan masyarakat.

“Ada ruang multi tafsir dalam penerapannya, masih mengancam kebebasan masyarakat sipil, dan masih memberikan ruang keterlibatan intelijen di lembaga hukum,” kata Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), yang tergabung dalam koalisi, dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta, Jumat 30 September 2011.

Haris mengemukakan sejumlah catatan dalam RUU Intelijen, misalnya soal ancaman pemidanaan bagi setiap orang yang membocorkan rahasia intelijen. Menurut dia, penggunaan kata "setiap orang" tidak tepat. Karena kalau aturan ini disahkan, berati setiap orang berpotensi untuk dipidana.

“Pencantuman kata setiap orang itu tidak tepat karena ini adalah Undang-Undang intelijen,” kata Haris. Selain itu, kata dia, juga harus diatur bagaimana membangun lembaga intelijen terkait ingformasi yang membayahakan kepentingan nasional.

Dia juga mengkritik soal kewenangan intelijen melakukan pendalaman informasi. Istilah "pendalaman informasi” menurutnya, hanya mengubah istilah sebelumnya, dari penangkapan, penanganan, dan pemeriksaan intensif.

Jika menoleh pada kejadian di tahun 1965, Haris mengaku khawatir nantinya intelijen bisa menangkap orang dengan mudah dengan alasan pendalaman informasi itu. Seperti tahun 1965, banyak orang dipanggil untuk pendalaman informasi, tetapi akhirnya mereka ditahan.

Haris juga menyoroti soal wewenang penyadapan. Dalam aturan soal penyadapan dijelaskan intelijen bisa menyadap dengan catatan disertai minimal dua alat bukti. Padahal dua alat bukti itu mengacu pada KUHAP (Kitap Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan itu masuk kewenangan polisi. “Artinya, pasal itu multi tafsir. Yang paling buruk, lembaga intelijen bisa mengintervensi lembaga penegak hukum dengan alasan untuk penyadapan."

RINA WIDIASTUTI

Berita terkait

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

3 menit lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

23 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

1 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

2 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

2 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

3 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

3 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

4 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

6 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

7 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya