TEMPO Interaktif, Makassar -Salah satu anggota polisi berpakaian sipil mengusir anggota jemaah Ahmadiyah yang hendak melaksanakan salat Jumat di masjidnya. "Jangan lagi ada aktivitas di masjid ini. Saya dapat perintah dari atasan saya," kata anggota tersebut saat mengusir anggota jemaah Ahmadiyah, Jumat, 24 Juni 2011.
Dia mengatakan polisi sudah sangat direpotkan oleh masalah Ahmadiyah dan FPI. Polisi itu berdiri di depan pintu masjid sambil menghalau anggota jemaah yang akan masuk. Dengan nada tinggi, polisi itu mengatakan bahwa tugas polisi harus mengamankan kedua kelompok ini agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. "Jangan ada yang salat Jumat di sini, jangan sampai ada anggota FPI datang lagi," katanya.
Saat kejadian, ada sekitar 10 polisi yang berpakaian dinas berjaga di luar pagar Masjid An-Nushrat milik Ahmadiyah. Mobil polisi bak terbuka terparkir di jalan. Dengan jumlah yang sama, polisi yang berpakaian sipil memarkir mobil minibus warna hitam di depan pintu masjid. Salah satunya mengatakan larangan aktivitas Ahmadiyah ini berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo.
Salah seorang jemaah, Lutfi Mutiur, mengaku tidak terima dengan tindakan polisi, yang menghalangi mereka melaksanakan ibadah salat Jumat. "Apa hak dia melarang orang salat Jumat? Kata-kata yang dia sampaikan juga seolah-olah melindungi FPI," kata Lutfi.
Mestinya, kata Lutfi, polisi berada pada posisi netral. Jika polisi serius ingin menciptakan keamanan, jangan hanya Ahmadiyah yang dicekal, tapi juga FPI yang seenaknya menghakimi Ahmadiyah. "Kenapa polisi tidak melarang FPI untuk menghentikan gerakan yang menyerang Ahmadiyah?" ujarnya.
Jemaah Ahmadiyah baru bisa melaksanakan salat Jumat ketika polisi berpakaian sipil itu pergi. Namun beberapa polisi lainnya, baik yang berpakaian dinas maupun tidak, tetap memantau Masjid An-Nushrat dari luar pagar.
SAHRUL
Berita terkait
Pemerintah Diminta Perhatikan Jemaah Ahmadiyah NTB Saat Lebaran
6 Juni 2018
Penyerangan dan pengrusakan terhadap rumah jemaah Ahmadiyah di Grebek, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat terjadi pada 19 dan 20 Mei lalu.
Baca SelengkapnyaAhmadiyah Disebut Kerap Alami Kekerasan Berbasis Agama Sejak 1998
21 Mei 2018
Tindakan intoleran terhadap jemaah Ahmadiyah yang baru-baru ini terjadi adalah aksi penyerangan, perusakan, dan pengusiran di Lombok Timur, NTB.
Baca SelengkapnyaAhmadiyah Meminta Polisi Memproses Pelaku Penyerangan di Lombok
21 Mei 2018
Jamaah Ahmadiyah meminta langkah cepat Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi seperti pernyataannya di media sosial.
Baca SelengkapnyaPerusak Rumah Warga Ahmadiyah di NTB Diperkirakan 50 Orang
21 Mei 2018
Massa merusak 24 rumah warga Ahmadiyah. Polisi mengevakuasi penduduk ke kantor Kepolisian Resor Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaSetara: Persekusi Ahmadiyah Merupakan Tindakan Biadab
20 Mei 2018
Setara Institute mengecam persekusi yang menimpa komunitas Jamaah Ahmadiyah di Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaSekelompok Orang Serang dan Usir Penganut Ahmadiyah di NTB
20 Mei 2018
Sekelompok orang melakukan penyerangan, perusakan, dan pengusiran terhadap warga penganut Ahmadiyah di Desa Greneng, Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaJemaah Ahmadiyah Minta di Kolom Agama E-KTP Ditulis Islam
25 Juli 2017
Jemaah Ahmadiyah minta dalam kolom agama e-KTP ditulis Islam.
Baca SelengkapnyaWarga Ahmadiyah di Manislor Desak Pemerintah Terbitkan E-KTP
24 Juli 2017
Jemaah Ahmadiyah di Kuningan meminta Ombudsman mendorong pemerintah daerah setempat untuk menerbitkan e-KTP bagi warga Manislor yang juga Ahmadiyah.
Baca SelengkapnyaTjahjo Kumolo Dukung Ahmadiyah Dapat E-KTP, Kolom Agama Kosong
24 Juli 2017
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung jemaah Ahmadiyah untuk tetap mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Baca SelengkapnyaHuman Rights Watch: Larangan Atas Ahmadiyah Melahirkan Kekerasan
14 Juni 2017
Sejak ada SKB tiga menteri, kata Andreas, semakin banyak masyarakat Indonesia yang intoleran.
Baca Selengkapnya