Ketua MA Bagir Manan mengatakan itu kepada Tempo, Senin (2/7). “Saya sudah keluarkan SK (Surat Keputusan-Red) untuk membebaskan sementara mereka berdua dari pekerjaannya. Biar mereka konsentrasi menjalani persidangan,” kata Bagir. SK pembebastugasan Marnis dan Supraptini, merupakan dua dari dua SK serupa Bagir dalam dua bulan menjabat Ketua MA. SK lainnya diberikan kepada Direktur Perdata Tata Usaha Negara (TUN) Zainal Agus. Zainal saat ini menjadi terdakwa di pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dugaan suap Rp 100 juta yang diterimanya.
Menurut sumber di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, kedua hakim agung itu dan mantan hakim agung M Yahya Harahap akan didakwa melanggar pasal korupsi. Ketiganya terancam pidana hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp 30 juta.
Perkara ini akan disidangkan dalam dua berkas terpisah di dua tempat. M Yahya Harahap disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat sedangkan kedua hakim agung lainnya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jaksa penuntut perkara ini ditunjuk Suyitno, Surung Aritonang, Tambok Nainggolan, Ali Murkartono, Syahfruddin, dan Wahab. Pada tanggal 21 Juni 2001, tim jaksa peneliti Kejaksan Tinggi DKI Jakarta mengatakan berkas penyidikan sudah lengkap (P21). Rencananya, minggu pertama Juli 2001 berkas perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Dihubungi terpisah, H Endin Wahyudin mengatakan, dalam pemeriksaan sebagai saksi pelapor menjelaskan telah memberikan uang senilai Rp 50 juta kepada Ny Marnis Kahar dan Rp 50 juta kepada Ny Supraptini. Uang diberikan di ruang kerja mereka di MA. Waktu itu Endin ditemani Mesri Pasaribu, wiraswastawan yang sering berhubungan dengan orang-orang di MA. “Saya juga kasih uang Rp 15 juta untuk Mesri karena telah membantu saya untuk bertemu dengan majelis hakim perkara kasasi No 560.K/Pdt/1997,” jelas Endin.
Di ruang kerja Ny Marnis, Endin menyerahkan bungkusan berisi uang Rp 50 juta dari dalam tasnya langsung kepada Ny. Marnis. “Ini ada oleh-oleh sedikit untuk ibu,” kata Endin menirukan ucapannya waktu bertemu dengan Ny Marnis Kahar. Ny Marnis meminta Endin meletakkan bungkusan itu di atas meja kerjanya. Sedangkan untuk M Yahya Harahap, Endin meninggalkan uang itu di kursi tamu di rumah Yahya Harahap. “Pak Yahya tanya berapa jumlahnya. Saya jawab Rp 96 juta. Pak Yahya tidak beraksi. Tapi dia sarankan segera temui Ny Marnis Kahar dan Ny Supraptini sebagai anggota majelis hakim perkara,” jelasnya.
Pengakuan Endin sebagai terdakwa kasus pencemaran nama baik di pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Pusat, dibantah oleh Ny Marnis, Ny Supraptini dan Yahya Harahap. Ketiganya mengaku tidak mengenal Endin.
Sebelumnya, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dan mantan Ketua Tim Gabungan Penyelidik Tindak Pidana Korupsi (TGTPK), Adi Andojo Soetjipto mengaku telah memberikan perlindungan hukum terhadap Endin. Alasannya, Endin diminta membantu TGPTPK untuk memberantas korupsi di MA yang sudah demikian parah. Tapi, ternyata jaminan perlindungan hukum itu tinggal janji. (Maria Hasugian)