Usai Diperiksa Komisi Yudisial, Hakim Kasus Antasari Bungkam
Reporter
Editor
Selasa, 21 Juni 2011 15:04 WIB
TEMPO/Andika Pradipta
TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Yudisial memanggil hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Tiga hakim yang menangani perkara Antasari itu antara lain Ketua Majelis Hakim Herry Swantoro dan dua hakim anggota: Ibnu Prasetyo dan Nugroho Setiadji.
Ketiganya menjalani pemeriksaan Komisi Yudisial pada Selasa 21 Juni 2011 sekitar dua jam. Usai diperiksa, keduanya keluar dari pintu belakang kantor Komisi Yudisial. Mereka juga memilih bungkam ketika ditanya wartawan yang telah menunggu mereka.
Dari kursi penumpang mobil Toyota Innova warna hitam, Herry Swantoro, yang juga berstatus Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak berbicara banyak soal pemeriksaan Komisi Yudisial hari ini. "Yang jelas saya profesional," ujarnya singkat.
Juru Bicara Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar menyatakan permintaan keterangan hari ini dimaksudkan untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran profesi yang dilaporkan ke Komisi Yudisial atas perbuatan hakim yang menangani kasus pembunuhan yang menjerat Antasari Azhar. "Ketiganya dimintai keterangan bergiliran oleh komisioner Suparman Marzuki, Taufiqurrahman Syahuri, dan tiga staf," ujar Asep.
Sejak 15 April 2011, Komisi Yudisial memeriksa putusan 18 tahun penjara bagi Antasari. Pemeriksaan itu berkaitan dengan adanya kelalaian dan ketidakprofesionalan hakim.
Pertimbangan yang tidak digunakan hakim antara lain soal keterangan ahli balistik tentang senjata dan peluru yang digunakan untuk menembak Nasruddin, adanya pesan pendek di telepon genggam Antasari dan Nasruddin yang tidak diperkenankan dibuka dalam persidangan, serta baju korban yang tidak pernah dihadirkan sebagai barang bukti di persidangan.
Antasari divonis 18 tahun tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Atas putusan itu, Antasari banding di tingkat Pengadilan Tinggi, tapi ditolak. Upaya kasasi ke Mahkamah Agung juga mentah. Namun, Antasari dan kuasa hukumnya tak patah arang. Dia melawan dengan menyusun Peninjauan Kembali (PK). Berkas PK setebal 120 halaman itu juga dilengkapi novum (bukti baru) yang kini sudah selesai disusun.