"Kita telah berhasil membawa Gus Dur ke puncak kekuasaan. Tetapi tampaknya dia tidak pandai bersyukur. Tidak saja kepada manusia, tetapi juga kepada Allah. Amanah yang dipegang berupa kekuasaan yang sangat penting dan strategis itu disia-siakan,” kata Amien. Sepertinya, menurut Amien, sulit bagi Presiden Wahid untuk bisa keluar dari Sidang Istimewa. Sulit bagi dia untuk diterima pertanggungjawabannya pada sidang itu.
Tokoh Poros Tengah ini mengatakan, jarang terjadi dalam sebuah negara demokrasi, ada tokoh yang dilawan oleh hampir semua tokoh lain. Tetapi bukan berarti sang tokoh itu seorang ksatria. Pengeroyokan ini menunjukkan bagaimana frontal dan meluasnya ketidaksetujuan tokoh-tokoh politik di negeri ini terhadap Abdurrahman Wahid.
Fenomena seperti ini, menurut Amien, sesuatu yang aneh. Sebab, seorang yang masih memegang otoritas dikonfrontasi oleh hampir semua kelompok. "Dengan Polri tidak akur, dengan TNI tegang, dengan Poros Tengah sudah lama tidak bisa berkomunikasi, dengan PDIP juga sudah patah arang, sementara anggota PKB sendiri mungkin mereka sudah tidak tahan. Artinya, banyak kekuatan yang mengepung dia (Gus Dur, red)," ujarnya.
Amien mengungkapkan, di Senayan sudah mulai terjalin komunikasi yang semakin bagus antar-fraksi. Kesalah-pahaman yang selama ini ada, makin mencair. Digambarkan Amien, hampir semua fraksi telah memiliki sebuah "orkes" yang merdu. "Lagunya, Sidang Istimewa. Bait-baitnya, menurunkan Abdurrahman Wahid secara konstitusional. Itulah proses demokrasi. Seorang pemimpin yang sudah kehilangan kepercayaan, mesti harus pergi, harus go away, harus sudah meninggalkan tempatnya," kata Amien.
Amien menegaskan, seorang pemimpin yang sudah tidak dipercaya lagi, sudah seharusnya mengundurkan diri. Bahkan BP MPR sudah menyiapkan rancangan ketetapan bila pertanggungjawaban Presiden Wahid nantinya ditolak di SI MPR. Kalau ditolak, otomatis dia berhenti dari jabatannya sebagai Presiden. "Kalau diterima, dia akan jadi presiden lagi. Tapi akan menjadi aneh kalau pertanggungjawaban diterima. Apa artinya memorandum I, memorandum II, kalau begitu. Walaupun tim lobi Gus Dur yang diujung-tombaki Mahfud MD masih yakin. Ngga apa-apa," kata Amien.
BP MPR, lanjut Amien, juga sudah memberi mandat kepada pimpinan MPR untuk bisa menggelar SI kapan pun. Namun, Amien menegaskan, meski desakan untuk mempercepat SI MPR cukup kuat, pimpinan MPR tetap akan menggelar SI MPR sesuai jadwal yakni tanggal 1 Agustus 2001. Menurutnya, MPR tidak ingin terjebak pada manuver Presiden Wahid.
"Saya tahu, inilah (mempercepat SI MPR, red) yang sebenarnya ditunggu-tunggu Mister Dur. Artinya, kalau MPR mempercepat SI, Presiden akan menuduh MPR inkonstitusional dan kemudian memperlakukan keadaan darurat. Jadi, presiden dan MPR sekarang ini ibaratnya sedang terlibat psywar," ungkapnya.
Menjawab pertanyaan siapa yang pantas menduduki kursi Wapres kalau Mega nantinya naik menggantikan posisi Gus Dur, Amien menyebut sejumlah nama seperti Hamzah Haz, Yusril Ihza Mahendra, Susilo Bambang Yudhoyono serta Sultan Hamengku Buwono X. Amien menampik desakan peserta dialog tentang kemungkinan dirinya menduduki kursi Wapres. "Saya akan tetap menjadi penjaga gawang di MPR saja, supaya tidak kebobolan. Dulu saya disodori jabatan Presiden saja saya tolak, kok, apalagi sekarang ditawari jabatan Wapres," kata Amien.
Masih menjawab pertanyaan peserta dialog tentang kemungkinan terjadinya kerusuhan di Jatim bila Gus Dur turun dari jabatannya, Amien menegaskan, kalau Gus Dur turun kekerasan di Jatim akan kempes dengan sendirinya. "Kalau masih saja nekad, kita akan minta TNI dan Polri untuk bertindak tegas," tandasnya.
Sementara itu, menjawab pertanyaan wartawan sesuai acara, Amien menegaskan bahwa kompromi politik dalam arti mementahkan agenda tunggal SI MPR yang meminta pertanggungjawaban Presiden, hampir mustahil terjadi. "Sekali pun Pak Akbar dan Pak Hamzah Haz sudah bertemu (dengan Presiden Wahid) diam-diam, tetapi mayoritas anggota Golkar dan PPP tetap meminta agenda tunggal dilanjutkan. Kompromi tidak akan bisa tercapai kalau tujuannya mementahkan SI MPR," tegasnya.
Amien yakin, sebagai politisi kawakan, Akbar Tandjung dan Hamzah Haz tak mungkin bisa diiming-imingi atau ditakut-takuti untuk mengubah jadwal SI MPR. "Pak Hamzah Haz maupun Pak Akbar ini ibarat petinju melakukan clinch, merangkul supaya tidak bisa dipukul. Karena pertandingan yang sejati adalah nanti di sidang istimewa. Saya kira, taktik mereka saya kasih nilai delapan," kata Amien. (heru cn)