TEMPO Interaktif, Jakarta - Prompakan bajak laut Somalia akan dibahas dalam pertemuan tingkat tinggi negara-negara ASEAN, yang digelar 4-8 Mei 2011 di Jakarta. "Itu bagian dari tema maritime security," kata Sagom Tamboen, Deputi Komunikasi dan Informasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Selasa, 3 Mei 2011.
Sagom mengatakan, sejumlah negara ASEAN pernah mempunyai pengalaman buruk berhadapan dengan para lanun Somalia. Termasuk Indonesia, yang 20 warganya di kapal MV Sinar Kudus disandera perompak selama hampir satu bulan, hingga akhirnya dibebaskan Ahad lalu setelah ditebus Rp 38,5 miliar.
Indonesia belum juga lepas dari jeratan perompak Somalia, saat kapal tangker MT Gemini asal Singapura dirampok lanun Somalia, Sabtu pekan lalu. Sebanyak 13 dari 25 awak kapal adalah warga Indonesia. "Negara ASEAN punya pengalaman dibajak berkali-kali, sehingga bisa jadi bahan pembahasan dalam konferensi," kata Sagom.
Sebagai jalur pelayaran Internasional, perairan Somalia sangat rawan tindak kejahatan. Apalagi aksi kriminal di perairan itu sudah mengarah kepada kejahatan internasional. Indonesia sendiri mempunyai pengalaman bersama Thailand, Malaysia, dan Singapura dalam memberantas para perompak di Selat Malaka.
Berdasarkan laporan yang dirilis Biro Maritim Internasional (IMB), Januari lalu, sepanjang 2010 terdapat 445 serangan bajak laut yang pernah menyandera sebanyak 1.181 awak dan penumpang. Patroli laut belum bisa menjadi dewa penolong. Sedikitnya, 53 kapal dibajak di seluruh dunia, 49 kapal di antaranya di lepas pantai Somalia. Delapan pelaut tewas terbunuh.
Di laut lepas pantai Somalia, menurut IMB, para perompak bersenjata api kerap memancing kapal-kapal nelayan atau perdagangan dan menggunakannya sebagai basis untuk serangan lebih jauh. Pemerintah Somalia tak bisa diharapkan terlalu jauh. Somalia tercatat tak punya pemerintahan yang berfungsi sejak 1991. Tanpa sekolah, rumah sakit, dan kesempatan kerja di Somalia bagian selatan-tengah, apa pun aksi yang diambil di laut untuk melindungi dari perompakan tak akan banyak berdampak.
MAHARDIKA SATRIA HADI
Sagom mengatakan, sejumlah negara ASEAN pernah mempunyai pengalaman buruk berhadapan dengan para lanun Somalia. Termasuk Indonesia, yang 20 warganya di kapal MV Sinar Kudus disandera perompak selama hampir satu bulan, hingga akhirnya dibebaskan Ahad lalu setelah ditebus Rp 38,5 miliar.
Indonesia belum juga lepas dari jeratan perompak Somalia, saat kapal tangker MT Gemini asal Singapura dirampok lanun Somalia, Sabtu pekan lalu. Sebanyak 13 dari 25 awak kapal adalah warga Indonesia. "Negara ASEAN punya pengalaman dibajak berkali-kali, sehingga bisa jadi bahan pembahasan dalam konferensi," kata Sagom.
Sebagai jalur pelayaran Internasional, perairan Somalia sangat rawan tindak kejahatan. Apalagi aksi kriminal di perairan itu sudah mengarah kepada kejahatan internasional. Indonesia sendiri mempunyai pengalaman bersama Thailand, Malaysia, dan Singapura dalam memberantas para perompak di Selat Malaka.
Berdasarkan laporan yang dirilis Biro Maritim Internasional (IMB), Januari lalu, sepanjang 2010 terdapat 445 serangan bajak laut yang pernah menyandera sebanyak 1.181 awak dan penumpang. Patroli laut belum bisa menjadi dewa penolong. Sedikitnya, 53 kapal dibajak di seluruh dunia, 49 kapal di antaranya di lepas pantai Somalia. Delapan pelaut tewas terbunuh.
Di laut lepas pantai Somalia, menurut IMB, para perompak bersenjata api kerap memancing kapal-kapal nelayan atau perdagangan dan menggunakannya sebagai basis untuk serangan lebih jauh. Pemerintah Somalia tak bisa diharapkan terlalu jauh. Somalia tercatat tak punya pemerintahan yang berfungsi sejak 1991. Tanpa sekolah, rumah sakit, dan kesempatan kerja di Somalia bagian selatan-tengah, apa pun aksi yang diambil di laut untuk melindungi dari perompakan tak akan banyak berdampak.
MAHARDIKA SATRIA HADI
