TEMPO Interaktif, Jakarta:Mantan Kepala Badan Koordinasi Intelejen Nasional, Sudibyo menyarankan dibuatnya aturan hukum tentang tindak pidana teroris yang berbeda dengan substansi hukum yang ada pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Pidana. Tentunya secara kualitas harus memadai untuk menghukum tindak kejahatan yang terjadi, katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, di Gedung DPR/MPR, Jakarta Kamis (13/2). Sudibyo menambahkan tindak pidana ini juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Tindak pidana terorisme adalah tindakan yang menakutkan atau menyeramkan dengan tujuan menciptakan rasa takut yang luas dikalangan penduduk. Tindakan ini bisa dilakukan oleh sekelompok orang atau negara. Pembunuhan yang terjadi setiap hari dengan cara-cara menyeramkan seperti leher di jerat dengan kawat, tubuh dipotong-potong merupakan contoh teknik awal aksi teror, kata Sudibyo, bekas Kepala Badan Koordinasi Intelejen Nasional, Dalam rapat pansus yang dipimpin oleh Rusdi Hamka, dari FPPP, ini mantan Kabakin periode pertengahan 1980an ini memberikan serangkaian contoh tindak pidana teror yang dilakukan oleh negara. Ia mencontohkan penggunaan senjata bakteri oleh Amerika dalam perang Vietnam sehingga menimbulkan banyak korban jiwa dikalangan rakyat sipil Vietnam sebagai bentuk tindakan teror. Yang mati orang banyak, kata dia sambil menambahkan tindakan serupa dilakukan oleh NAZI Jerman dengan kam konsentrasinya. Sudibyo menambahkan bahwa aparat intelejen seharusnya bisa melakukan tindakan polisionil di lapangan untuk menindaklanjuti informasi yang diperolehnya. Supaya tidak kecolongan. Kalo harus menunggu kerja sama dengan kepolisian mungkin memakan waktu, kata Sudibyo. Menanggapi hal ini, Firman menyatakan ketidak-setujuannya. Ia menilai tindakan ini justru bisa menyalahi seluruh sistem hukum positif yang saat ini berlaku. Ini bisa mendistorsi seluruh institusi penegakan hukum kita, kata dia. Ia menilai Badan Intelejen Negara merupakan lembaga ekstra judicial tidak seperti polisi yang merupakan lembaga judicial. Oleh karena itu penanganan tindak pidana terorisme dilakukan dalam kerangka penegakan hukum terhadap sebuah tindak pidana sebagai mana layaknya. Menanggapi ini, Sudibyo mengatakan bahwa pemberian kewenangan ini disertai dengan pengawasan terhadap pelaksanaannya sehingga tidak terjadi penyimpangan. Ia menilai bahwa penggunaan kewenangan polisi semacam itu bersifat darurat dan harus dilepaskan ketika tidak ada keperluan untuk itu. Untuk rumusannya perundang-undangannya, ia menyerahkannya kepada dewan. Menanggapi penjelasan Sudibyo ini, Trimedya Panjaitan (FPDIP) mengatakan bahwa tindakan penyamaan ini harus dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak menimbulkan bias. Ia berpendapat bahwa tindakan teror adalah tindakan pidana yang oleh sebab itu proses penyelesaiannya melalui peradilan umum. Kalau pengadilan hak asasi manusia itu beda, tegas dia. Hal ini diamini oleh rekan sefraksinya Firman Jaya Daeli bahwa walaupun tindak kejahatan teror ini merupakan extra ordinari crime (tindak kejahatan luar biasa), namun dia digolongkan dalam tindak pidana, yang penyelesaiannya dengan menggunakan lembaga peradilan hukum pidana yang ada. (Budi RizaTempo News Room)
Berita terkait
Tentara Israel Membunuh Anggota Jihad Islam Palestina dalam Serangan Udara di Jenin
2 menit lalu
Tentara Israel Membunuh Anggota Jihad Islam Palestina dalam Serangan Udara di Jenin
IDF mengkonfirmasi tentara Israel membunuh seorang anggota senior Jihad Islam Palestina (PIJ) di Jenin, Tepi Barat.
Bamsoet Kembali Dorong Peningkatan Kualitas Pendidikan
34 menit lalu
Bamsoet Kembali Dorong Peningkatan Kualitas Pendidikan
Bambang Soesatyo mendorong agar kualitas pendidikan di Indonesia terus ditingkatkan. Baik melalui perbaikan kurikulum ataupun peningkatan kapabilitas pengajar atau guru.