TEMPO Interaktif, Garut - Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut, Jawa Barat, dinilai buruk. Akibatnya banyak pasien tidak mendapatkan pelayanan medis yang optimal. “Banyak pasien yang terlantar,” ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut, Yayat Hidayat, kepada Tempo, Selasa (30/11).
Menurut Yayat, kondisi itu diketahui saat sejumlah anggota dewan turun langsung ke lapangan beberapa waktu lalu. Para wakil rakyat menemukan pelayanan rumah sakit milik pemerintah daerah ini lebih bertujuan komersil atau mencari keuntungan.
Contoh kasus diantaranya, para pasien diharuskan untuk memberikan uang muka terlebih dahulu saat pertama kali masuk rumah sakit. Bila tidak, mereka tidak akan mendapatkan pelayanan medis. Bahkan para pasien yang tidak mampu membayar tidak dirawat diruang inap, mereka dibiarkan di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Kondisi ini rata-rata dialami pasien umum yang tidak menggunakan kartu jaminan kesehatan. Keluarga pasien rata-rata diharuskan membayar tindakan medis sebesar Rp1,5 juta di luar biaya ruang inap, tanpa dilengkapi rincian pembiayaan. Padahal untuk kebutuhan obat, pihak keluarga tidak membelinya di rumah sakit.
Yayat menambahkan, biaya pelayanan itu tidak masuk akal. Soalnya dalam ketentuan tidak ada biaya pelayanan rumah sakit yang melebihi dari Rp 300 ribu. Seperti halnya biaya untuk suntik hanya sebesar Rp 1.500 dan biaya rawat jalan hanya sebesar Rp 3.000. “Masyarakat yang sakit akan terus menjadi korban, Bupati harus secepatnya memberikan sanksi kepada direktur rumah sakit,” ujarnya.
Buruknya pelayanan rumah sakit ini dirasakan Aisyah, 52 tahun warga Desa Pasawahan, Kecamatan Tarogong Kaler. Dia diharuskan membayar uang muka terlebih dahulu sebelum mendapatkan ruang inap untuk suaminya yang tengah sakit. “Sebelum membayar suami saya dibiarkan di IGD, tanpa diperiksa sedikit pun oleh dokter dan perawat,” ujarnya.
Direktur Rumah Sakit Daerah dr. Slamet Garut, Maskud Farid, membantah bila pelayanan medis di rumah sakitnya buruk. Menurutnya, pelayanan terhadap pasien merupakan tugas utama setiap tenaga medis. “Itu hanya persepsi saja, kalau kita tidak menerima pasien, itu baru namanya pelayanan buruk,” ujarnya.
Dia juga membantah jika biaya pembayaran medis harus dilakukan di awal. Menurutnya pembiayaan medis itu dibayar oleh keluarga pasien setelah semua tindakan medis dilakukan. Pembayarannya juga diberikan kepada pihak rumah sakit pada saat pasien pulang.
Mengenai ketersediaan ruang inap, Farid mengaku, selalu mengalami over load. Jumlah kunjungan pasien tidak sebanding dengan jumlah tempat tidur yang tersedia. Selama ini, RSUD dr Slamet melayani rawat jalan rata-rata sekitar 2.000 pasien keluarga miskin setiap bulannya, sedangkan untuk rawat inap mencapai 500-600 orang perbulannya yang 60 persennya merupakan pasien jamkesmas. Padahal kapasitas rumah sakit hanya 458 tempat tidur.
SIGIT ZULMUNIR