Nama : SUMITRO DJOJOHADIKUSUMO |
Tempat, Tgl lahir : Kebumen, Jawa Tengah, 29 Mei 1917 |
Agama : Islam |
Pendidikan : Universitas Sorbonne, Paris, Prancis (1938) Sekolah Tinggi Ekonomi Nederland, Rotterdam, Negeri Belanda (Sarjana, 1940 Doktor, 1942) |
Karya tulis penting : Soal Bank di Indonesia, 1946 Keuangan Negara dan Pembangunan, 1954 Ekonomi Pembangunan, 1955 Kebijaksanaan di Bidang Ekonomi Perdagangan, 1972 Indonesia dalam Perkembangan Dunia Kini dan Masa Datang, 1976 Trilogi Pembangunan dan Ekonomi Pancasila, 1985 Perdagangan dan Industri dalam Pembangunan, 1986 |
Karier : Pembantu Staf Perdana Menteri RI (1946) Presiden Direktur Indonesian Banking Corporation (1947) Wakil Ketua Perutusan Indonesia pada Dewan Keamanan PBB (1948-1949) Anggota Delegasi RI pada Konperensi Meja Bundar, Den Haag (1949) Kuasa Usaha KBRI di Washington DC, AS (1950) Menteri Perdagangan dan Perindustrian (1950-1951) Guru Besar Universitas Indonesia (1951-sekarang) Menteri Keuangan (1952-1953 dan 1955-1956) Konsultan Ekonomi di Malaysia, Hong Kong, Muangthai, Prancis, Swiss (1958-1967) Menteri Perdagangan (1968-1973) Menteri Negara Riset (1973-1978) |
Kegiatan lain : Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai Negeri Konsultan Ekonomi pada Indoconsult (1978-sekarang) Komisaris Utama PT Bank Perkembangan Asia (1986), .001 PT Redecon & LP3ES Ketua Dewan Penyantun Universitas Mertju Buana (1985- sekarang) |
Alamat rumah : Jalan Kertanegara 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan |
9 Mar 2001 13:39:48 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Innalillahi wainna Ilaihi rajiun. Salah satu putra terbaik Indonesia, ekonom senior Sumitro Djojohadikusumo, telah meninggalkan kita, Jumat pukul 00.00 di Rumah Sakit Dharma Nugraha, Rawamangun, Jakarta Timur, karena penyakit jantung. Ia memang sudah menjalani perawatan di rumah sakit itu sejak akhir pekan lalu. Rencananya, alhamarhum akan dimakamkan di Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Selatan selepas shalat Jumat.
Ia meninggalkan seorang istri dan empat putra -- antara lain, Prabowo Subianto dan Hashim Djojohadikusumo -- dan sejumlah cucu. Dan peninggalan yang tak kalah penting adalah gagasan dan pikiran-pikirannya yang mewarnai jagat ilmu ekonomi di Indonesia. Orang-orang menyebut Pak Cum – sebutan buat Sumitro – sebagai "begawan ekonomi", sebuah sebutan yang secara langsung bisa menggambarkan siapa Sumitro sebenarnya.
Ia juga disebut sebagai, ''Bapak Sarjana Ekonomi Indonesia'', yang, "sumbangannya terhadap perkembangan ilmu ekonomi yang berorientasi pada kebijaksanaan pembangunan, tidak diragukan lagi.'' Sebutan itu dialamatkan kepadanya ketika menerima Piagam Hatta – bersama Widjojo Nitisastro – dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada 1985. Dan sebagai ekonom, ia rajin menuangkan pikiran dan gagasannya dalam bentuk tulisan di media cetak, dalam bentuk buku, maupun makalah.
Ia memang bukan orang biasa. Ketidak-biasaan itu sudah terlihat ketika ia menuntut ilmu ekonomi di Nederlandse Economiche Hogeschool. Kala itu, dalam waktu dua tahun tiga bulan, ia sudah berhasil menggondol gelar sarjana muda. Itu adalah rekor tercepat yang belum terkalahkan oleh siapa pun. (Kompas, 30/4/2000). Yang tak kalah mengagumkan, umurnya pada waktu itu baru 20 tahun. Tiga tahun kemudian, 1940, ia berhasil pula menggondol gelar Master of Arts pada universitas yang sama. Lalu, tiga tahun selanjutnya, pada umur 25 tahun, ia pun berhasil memperoleh gelar doktor ekonomi.
Lulus dari Belanda, ia kembali ke Indonesia, dan mulai bekerja sebagai asisten Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Setahun kemudian, Sumitro membantu L.N. Palar di Dewan Keamanan PBB, lalu anggota delegasi RI ke KMB di Den Haag, Negeri Belanda, 1949. Setelah itu, ia menjadi Kuasa Usaha RI di Washington DC, dan ikut mempersiapkan pembukaan kedutaan RI di AS. Kemudian, tiga kali ia menjadi menteri, hingga 1956.
Berselisih dengan pemerintah RI saat itu, Sumitro bergabung dengan PRRI, 1957. Sepuluh tahun di pengasingan, ia menekuni bidang konsultan di Malaysia, Hong Kong, Muangthai, Swiss, dan Paris. Ketika Orde Baru lahir, ia kembali ke tanah air, dan sempat menjadi menteri, hingga 1978.
Penerima Bintang Mahaputra Adipradana (II) dan sejumlah penghargaan lainnya dari dalam dan luar negeri itu, dikenal sebagai pekerja keras. Ia punyai daya tahan besar. Misalnya, ketika usia 69 tahun, ia bekerja sejak siang sampai malam. Waktu itu, ia masih memimpin Induk Koperasi Pegawai Negeri, dan aktif di PT Indoconsult dan PT Redecon. Sehari ia menghabiskan dua bungkus rokok putih, dan 20 cangkir kopi. Ia juga pecandu tenis.
Ia menikah dengan Dora Sigar asal Sulawesi Utara. Pada 1983, Sumitro menjadi besan Presiden Soeharto. Anaknya yang ketiga, Prabowo Subianto, seorang perwira TNI-AD memperistrikan Siti Hediati Hariyadi, putri keempat dari enam anak Presiden Soeharto. (mis/dari berbagai sumber)